Recent Comments
Loading...
Recent Comments

Pikiran Serupa Ruang

22 February 2012

Pikiran serupa Ruang

Tak hentinya saya menganalogikan pikiran itu adalah sebuah ruang. Saya masih tak bisa membayangkan ukuran ruang itu, bahkan dimensinya pun saya tak bisa menjangkaunya dan saya lebih senang menyebutnya sebagai ruang multi dimensi karena ketakterbatasannya itu. Seringkali kita merasa kalau ruang itu sudah berbatas, namun pada saat-saat tertentu, ruang itu bisa mengembangkan wilayahnya dan menciptakan definisinya sendiri tentang batasan-batasan itu. Ruang itu adalah tempat di mana kita bercengkrama dengan ide-ide, dengan analisis-analisis ataupun dengan penilaian-penilaian tentang sesuatu di balik ruang itu, yakni dunia nyata. Secara terencana kita menyusun 'muslihat-muslihat' itu di sana untuk selanjutnya kita jalankan secara acak ketika melangkah, ataupun kita benamkan lebih dalam lagi ke dalam ruang itu hingga terlupakan sendiri oleh pemilik ruang itu.

Ruang itu tepatnya memiliki sekat. Sekat yang kita bangun rapat-rapat hingga tak seorang pun bisa memasukinya, ataupun menebak apa isi di dalam ruang itu. Ruang itu penuh dengan misteri ataupun pertanyaan-pertanyaan bagi mereka yang ingin mengetahuinya. Pemiliknya mengunci rapat ruang itu, bahkan udara pun tak boleh dibiarkan masuk ke sana untuk menyegarkannya, karena pada dasarnya manusia itu senang berlomba menjadi yang terbaik dalam perlombaan yang diadakan oleh waktu. Mereka tak ingin berjalan sejajar dengan manusia-manusia lainnya karena ia selalu ingin selangkah lebih maju dari orang-orang di sekitarnya.

Indera penglihatan dijadikan sebagai mata-mata di dunia luar. Ia berperan menyaksikan semua gerak-gerik sekitarnya untuk kemudian menyampaikan berbagai informasi ke dalam ruang itu. Atas dasar informasi itulah, ruang itu kemudian berproses menyusun semua langkah-langkah yang akan digunakan dalam perlombaan itu. Tak ada yang menyadari selain pemiliknya bahwa ia terus menerus bekerja mengirim informasi ke ruang itu, karena yang ada hanyalah dugaan-dugaan yang belum terbukti kebenarannya dan akan bersifat fatal kalau kita memaksakannya menjadikannya sebagai sebuah kebenaran.

Selain indera penglihatan yang sangat mendukung kreatifitas aktivitas di ruang itu, juga terdapat mulut yang senang mengeluarkan semua rekaman aktivitas di ruang itu. Aku ingin menyebutkan perannya sebagai penghianat, karena dengannya dunia luar menjadi tahu apa yang ada di sana dan karena dengannya manusia-manusia peniru akan mendahului pemilik ruangan itu dalam berlomba. Layaknya sebuah keseimbangan, ada yang masuk dan ada yang keluar, semuanya saling melengkapi dan saling meniadakan satu sama lain. Maka berbahagialah mereka yang selalu dan bisa mengunci mulut mereka dengan keterdiaman, dan membiarkan organ-organ lainnya bertindak mengeksekusi ide-ide dari ruang itu menjadi kenyataan.

Semua jenis sifat manusia bisa menjadi akibat dari proses di ruangan itu. Kebaikan, kelicikan, kemunafikan bahkan kejahatan sekalipun bisa dihadirkannya dan mendorong pemiliknya untuk mewujudkannya pada langkahnya. Semuanya tergantung pemiliknya akan difungsikan sebagai apa ruangan itu dalam menghasilkan sebuah akibat. Kita melakukannya sendiri, karena memang manusia itu pada hakikatnya sendiri. Ia datang ke dunia ini sendiri, dan akan pergi dari dunia ini sendiri juga.

Menurutku, tak ada yang salah dari semua aktivitas ini. Semuanya hanyalah bagian dari proses kehidupan untuk mencapai yang terbaik menurut keegoisan kita. Yang terbaik tak akan nampak menjadi yang terbaik, kalau yang baik atau buruk bahkan yang terburuk tak hadir di sekitar mereka. Semua penilaian itu memiliki tingkatan tertentu di mata kita yang menilainya, dan aku pun tak peduli kalau kebenaran penilaian itu masih perlu dipertanyakan lagi atau tidak.

Source Pic: Random From Google

42 comments

Reply Delete

Sedari tadi mencoba mengingat-ingat istilah yg biasa ku pakai untuk menggambarkan 'pemikiran manusia', tapi lupaaaa. Hwaaaaaa.. :((

Bahkan kehidupan didalam sana bisa jadi jauh lebih luas daripada bumi beserta isinya yaaa... :D

Reply Delete

hmmmmm..terkadang mengunci rapat ruang itu tanpa membiarkan udara menyegarkannya itu baik, namun satu sisi jika udara dalam ruang itu tidak pernah berganti maka pemilik nya akan merasa pengap, ah andai saja manusia berlomba dalam segala hal secara sportif mungkin kita tak perlu mengunci ruang itu rapat2 hingga udara saja tidak bisa masuk..like dhis yo.

Reply Delete

Aku setuju, terkadang kita ga perlu membicarakan apa yang gak perlu dibicarakan. Bicara seperlunya saja dan tetap punya rahasia.

Reply Delete

Jadi bertanya-tanya juga tentang istilah apa yang kamu maksud?? :-? Tapi bukan benda kotak dengan sisi warna-warni kan?? :D

lebih luas dari langit dan bumi?? emang dirimu pernah menjelajah dan mengukur kehidupan di dalam sana?? :))

Reply Delete

Ya begitulah, kita hanya bisa berandai-andai saja untuk bisa berjalan sejajar dalam sebuah kebersamaan. Tetapi karena tabiat manusia yang cenderung rakus, maka ruang itu bisa dijadikan markas untuk menyusun muslihat-muslihat untuk saling menjegal satu sama lainnya.. :)

Reply Delete

Aku baru ingat, kalau manusia itu paling pandai menyimpan rahasia. Sejujur apapun manusia yang mengatakan kalau diri mereka tidak mempunyai rahasia, tetap saja kecurigaan harus muncul kalau di dalam lubuk hatinya pasti tersimpan rahasia yang hanya diri sendiri mereka saja yang tahu..

Reply Delete

saatnya saya bilang. . .
sempoa :D

Reply Delete

kalau pikiran serupa ruang... masih bisakah tersesat?
atau... hmm..

Reply Delete

'mencoba memperhatikan, sepertinya ada sesuatu yg baru :p'

Hahaha... bukaan. Gak ada warnanyaa, karena pada kenyataannya, di mata kuliah anatomi fisiologi aku baru paham kalo otak tu warnanya abu-abu butek, jelek wes. Beda banget sama di teksbook yg warnanya beda-beda berdasarkan fungsi :))

Enggak pernah ngukur. Tapi yg aku tau, dengan menggunakan pikirannya, bahkan manusia bisa membayangkan sesuatu yg gak pernah diketahui sebelumnya. Whaoww banget tuh menurutku :D

Reply Delete

nice posting, setuju dengan kk tia :)

Reply Delete

saya termasuk orang yang tidak peduli apa kata orang lain. Bagi saya, pikiran itu adalah 'value'. Adalah nilai. Dan, kita hidup dengan 'value' itu.

pemabatasan sekat-sekat itu hanya mengukung kita untuk tetap berada pada 'comfort zone', sehingga pemikiran kita tidak 'out of the box'

:)

Reply Delete

"Apa yang diperhatikan emangnya??? :-?"

sepertinya otak ama pikiran beda dah pengertiannya?? Tapi bedanya apa yaa?? Apa lebih karena pada wujudnya saja?? :D

Kalo yang terakhir ini, aku setuju.. karena pikiran merupakan tempat berimajinasi, bahkan yang ga mungkin atau mustahil pun bisa dihadirkannya sekejap ketika kita menginginkannya... :)

Reply Delete

Sepertinya kita harus menyamakan persepsi tentang pemahaman ruang yang di maksud...

Pertanyaannya berat euy.... saya jawab singkat saja menurut pemahamanku, bisa iya bisa juga tidak, tergantung bagaimana si pemiliknya mengarahkan pikiran itu dalam melangkah... :D

Reply Delete

Harus seimbang menurutku... ada kalanya kita mesti peduli dan ada kalanya kita tidak peduli, karena kita ini makhluk pembelajar kan? yang bisa menilai dan memisahkan mana yang patut untuk kita peduli dan mana yang tidak, tentunya dengan menggunakan karunia pikiran itu. Saya kira ini sudah termasuk ke dalam unsur 'value' yang Ai katakan itu... :)

Pembatasan sekat-sekat itu bagiku hanyalah sebuah sifat keterbukaan dan ketertutupan seseorang. Terlalu terbuka atau terlalu tertutup kita memfungsikannya juga akan berakibat negatif terhadap si pemiliknya. Jadi, sederhana saja, menurutku jangan terlalu terbuka dan jangan terlalu tertutup dalam mendayagunakannya.

Semoga nyambungg... dan Nice Comment Kawan.... :)

Reply Delete

Setuju, sejujur2nya seseorang tentu masih punya rahasia yg terselip pada bilik ruang, di kunci rapat dan menunggu waktu yang tepat untuk di buka atau tak akan dibuka sama sekali, membaginya hanya sang Pemilik Kehidupan

Reply Delete

izin nyimak postingannya sob, fikiran memang tidak bisa kita gambarkan sob, tergantung siapa yang merasakan, jadi bisa sempit bisa luas, bisa produktif juga bisa tidak, bisa postitif bisa juga negatif, nice post..:)

Reply Delete

pas ngebaca bagian senidri, jadi pengen nyanyi sam.. :P

"bukankah esok atau lusa, matipun aku sendiri"

Reply Delete

wauw.. wauw.. wauw..
sketika mlut sya trkunci rpat mmbca postingan anda =D>

sbenerny pkiran itu ga' lbih dri sbuah tmp smpah !
dmn sgl iri, dengki, & brbgai kbusukan lain trsimpan.
tp smua mmg trgntung dri cra pngelolahan Qta :-?

Reply Delete

Pikiran adalah ruang tanpa sekat, dan hanya bisa dibatasi oleh pikiran itu sendiri.

Nice Sam :)

Reply Delete

Wah ... filsafat ala Sam. Keren :)

Reply Delete

wah mo komen apa ya.. mlh jd speechless nih.. hehe. Yg ditulis dah pas semua.. dan dituangkan dgn bahasa yg apik.. :)

Reply Delete

@Ririe Khayan: Rahasia itu juga mungkin ada hubungannya dengan ungkapan, "Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya akan ketahuan juga"... :D

Reply Delete

Saya jadi bertanya-tanya, hal apa yang bisa mempengaruhi pikiran sehingga bisa mempunyai dualisme semacam itu?? Adakah hubungannya dengan keinginan ataupun semangat untuk membuatnya seperti itu?? tetapi bukankah semuanya itu juga dipengaruhi oleh pikiran?? ahhh... entahlah.... :)

Reply Delete

hehehe... itu lagunya siapa?? asli saya ga pernah dengar sama sekali... :D

Reply Delete

Entah kenapa saya merasakan konotasi tempat sampah itu kok negatif yaaa... kalau memang tempat sampah, betapa hebatnya manusia itu yaa bisa menampung sampah-sampah pada dirinya. Apa kebusukan sampah itu tidak tercium sendiri olehnya, sehingga dibiarkan begitu saja. Atau bisa jadi, pikiran itu menjadi tempat mendaur ulang sampah-sampah itu menjadi sesuatu yang positif di dunia nyata... seperti katamu tergantung pengolahan kita... :)

Reply Delete

hhmmm... dibatasi oleh pikiran sendiri, berarti tidak terbatas berarti yaaa... :)

Reply Delete

hmmm... filsafat??? wow... terlalu megah Mbak kalau mau dibilang filsafat ala sayaa... :D

Reply Delete

Nah tuh bisa komen... :D

Udah pas tapi masih belum cukup kayanya, masih banyak yang bisa kita gambarkan tentang ruang itu, dan oleh ruang itu sendiri... :)

Reply Delete

kalo menurut saya, pikiran itu lebih pada isi dari ruang itu sendiri. entah itu udara, cahaya, atau hanya kelembaban. but like this artikel ^^
salam kenall ya mas sam ^^

Reply Delete

wow... komentarnya mengena banget... dan harus aku akui kalo isi dari ruang (pikiran) itu adalah pikiran itu sendiri... Hmmm... Pikiran di dalam pikiran... :)

Salam kenal juga yaaa... :)

Reply Delete

Pikiran? Ruang?
kalo ruang itu ada batas-batas tertentunya kan ya? #BenerGaSih
berarti pikiran jg tetep punya batas ya :D #SedikitNgasal

Reply Delete

update dulu postingannya, baru ntar dhe kasih tahu itu lagunya siapa :P

Reply Delete

Ruang pribadi yang selalu membuat kita merasa bebas mengekspresikan diri. Sekecil apapun ruangan itu, akan tetap membuat kita nyaman. Nice share, teman :)

Reply Delete

Bagiku... Pikiran itu yang menciptakan kehidupan kita, baik alam bawah sadar maupun alam sadar. Jadi tak ada impian yang tak mungkin selama hal tersebut masih bisa dipikirkan dan kita bisa meyakini dan merasakannya. Nice share kawan, salam kenal ya ;)

Reply Delete

Ada batasnya menurutku.. dan kita yang menciptakan batas itu ketika kita berkenalan dengan kata menyerah dan putus asa...:)

Reply Delete

"Bebas mengekspresikan diri"... suka dengan kalimat itu... karena apa yang kita ekspresikan melaluinya pasti akan membuat kita merasa nyaman... tapi bagaimana dengan kalo ekspresinya dipaksakan?? hmmmm..:-?

Reply Delete

dan jangan hanya berdiam diri di dunia pikir kawan... dunia pikir memerlukan tindakan untuk mewujudkan impian itu menjadi nyata...:)

salam kenal juga yaaa.... :)

Reply Delete

aku udah tahu lagunyaaa.... >:p

Reply Delete

Wow ... lagi2 filsafat.
Penglihatan sebagai 'mata-mata' dan pendengaran sebagai 'pengkhianat'. Cocok.

Gak coba masukin di koran tulisannya? Btw, Kuliahnya di jurusan Filsafat ya senang banget menulis ttg filsafat?

Eh, ada award dariku di link ini ya: http://mugniarm.blogspot.com/2012/03/inspiring-award-for-inspiring-bloggers.html

Tolong diterima :)

Reply Delete

Perasaan Mbak udah komen sebelumnya kalo ini filsafat menurut Mbak.. :D

Gak Mbak, saya bukan orang filsafat, dan baru Mbak yang bilang kalo tulisan saya berbau bau filsafat, dan seperti yang saya bilang sebelumnya, kalo terlalu megah bagiku kalo tulisan ini dianggap filsafat... :)

Terima kasih Mbak atas awardnya... langsung saya pajang deh kalo gitu... :D

Post a Comment

˙˙˙buıɥʇǝɯos ʎɐs