Recent Comments
Loading...
Recent Comments

Mabook

18 May 2011

Obrolan, gurauan, tawa dan canda bergema di beranda sana. Bahasanya tak kumengerti walaupun sering terdengar hampir tiap hari tapi saya tidak pernah paham dan memang tidak mau paham. Diiringi dengan suara musik yang menghentak, mereka seakan lupa kalau ada orang lain yang tidak sebangsa dengan mereka. Bau minuman keras tercium hingga radius di tempat saya duduk. Botol-botol kosong sisa-sisa mereka berserakan tidak karuan di sekitar mereka. Sebagian dari mereka pun ada yang sudah tak sadarkan diri, ada yang menatap kosong dengan mata merah ke luar sana dan ada yang masih menikmati sisa-sisa minumannya. Selain minuman, ada makanan babi bakar yang diolah sendiri oleh mereka. Yang tersisa hanyalah ampas di piring-piring yang juga berserakan di mana-mana. Entah dari mana mereka bisa memperoleh daging babi di tempat seperti ini. Mereka sungguh menikmati saat-saat itu. Sebuah pesta kecil yang jarang dilakukan, tapi mampu meningkatkan rasa kebersamaan di antara mereka untuk menghilangkan kejenuhan aktivitas sehari-hari.

Aku menyaksikan semua itu ketika ingin buang air kecil. Kebetulan letak toilet tidak jauh dari beranda di mana mereka berada. Bau menyengat begitu terasa ketika aku mulai melangkahkan kaki keluar dari kamarku. Bau itu semakin terasa ketika sampai di dalam toilet. Sore sebelumnya, sebelum makan malam mereka sempat menawarkan kami, orang-orang Indonesia untuk ikut serta menikmati pesta itu, tetapi semua yang ditawarkannya adalah semua berbau yang dilarang oleh keyakinan saya. Kami pun menolak dengan halus tawaran mereka itu, dan kembali ke kamar masing-masing mempersiapkan diri untuk mendengar kebisingan hiruk pikuk yang akan ditimbulkan oleh mereka. Jam telah menunjukkan pukul sebelas tiga puluh malam. Hari pun sudah mau berganti ketika pesta itu dimulai empat jam yang lalu, satu persatu mereka terkapar tak sadarkan diri, suara-suara mereka mulai reda kehabisan energi, tetapi suara musik masih menghentak di kesunyian malam, membisikkan suaranya kepada mereka yang belum menikmati istirahatnya malam itu.

Mereka adalah salah satu kumpulan orang asing di sini dari suatu negara dari beberapa negara yang ada. Kemajemukan yang ada di sini, di lingkungan yang orang-orang sering menyebutnya ibarat penjara Guantanamo, sangatlah beragam. Ada yang dari Indonesia, Malaysia, Philipina, Vietnam, Srilangka, India, Nepal, Jepang dan Rumania. Setidaknya itulah negara-negara yang saya tahu orang-orangnya ada di sini, di tanah Aljazair ini. Kami jadi satu di sini, saling bekerja sama, coba saling menghargai dengan cara masing-masing menurut budaya masing-masing, bercerita tentang kebiasaan-kebiasaan di negara masing-masing, bahkan saling bertukar kosakata bahasa masing-masing. Penilaian-penilaian selalu ada dari semua itu entah itu positif atau negatif, dan cukup lumayan untuk menambah wawasan secara langsung tanpa bertanya ke situs mahatahu google.com.

Seperti salah satu pesta kecil malam itu, merupakan kebiasaan mereka di manapun mereka berada dan berapapun jumlah mereka. Mereka selalu mengajak orang lain di luar mereka untuk bergabung, untuk saling mengenal dan mempererat kebersamaan. Sudah berapa kali ajakan seperti ini saya tolak, maka saya tidak heran kalau mereka tidak akrab dengan saya dan hanya saling bertegur hallo ketika berpapasan. Mungkin mereka merasa tidak saya hargai karena penolakan itu. Tapi untung saya tidak ambil pusing tentang ini. Itu masalah mereka, bukan masalah saya. Mereka punya etika dan saya pun punya etika, dan kita pun punya cara tersendiri untuk saling menghormati.

Sebelumnya, ketika saya sedang berada di sebuah dusun kecil di Kalimantan Barat, Dusun Riam Sejawak, di Kabupaten Sintang. Dusun itu terisolasi dari ibukota Kabupatennya, alias tidak ada akses jalan darat menuju ke sana. Perjalanan ke sana pun bisa ditempuh dengan speedboat selama kurang lebih 7 jam. Di tempat ini yang namanya meminum tuak sudah menjadi budaya di kalangan mereka. Terlebih kalau ada hajatan dari keluarga tertentu, musim panen, ataupun ketika ada hari-hari libur menurut kalender. Waktu saya berada di sana, tanggalnya kebetulan bertepatan dengan libur Natal dan Tahun Baru. Ketika itu, sebelum hari H yang dimaksud, teman-teman sudah disuguhi cerita-cerita orang lokal tentang kehebatan mereka dalam hal minum-minuman keras. Katanya ada yang bisa minum sampai berbotol-botol tapi tidak mabuk sama sekali, cuma rasa mau kencing yang dirasakan. Waktu itu aku hanya bisa jadi pendengar setia mendengarkan cerita mereka, dan sedikit berdecak kagum atas 'kehebatan' mereka.

Karena di antara rombongan teman-teman yang ke sana, rata-rata pernah menenggak minuman keras, dan dari cerita-cerita warga setempat, akhirnya mereka sepakat untuk membeli minuman keras buat pesta miras di malam Natal di rumah kontrakan. Jadilah malam itu malam yang kelam buat saya yang tidak minum sama sekali, merasa tak punya tempat untuk berlari dan menghindar dari pesta itu. Beberapa kali gelas minuman disodorkan kepada saya, sebanyak itu pula saya menolak untuk meminumnya. Kata salah seorang dari warga sana, "sentuh saja gelasnya kalau tidak minum, itu sudah lebih dari cukup untuk mengikat tali persaudaraan di antara kita". Aku pikir tak ada salahnya juga aku sentuh. Akhirnya aku sentuh gelas itu dan menggilirnya ke orang lain. Begitu seterusnya sampai minumannya habis. Dan lambat laun pun, satu per satu dari mereka tak sadarkan diri. Akhirnya yang merasa sudah mulai hilang kesadaran, mohon undur diri dulu dan pamit pulang ke rumah masing-masing.

Malam itu, teman-teman yang minum mulai meracau satu persatu. Ada yang ketika tidur ngigau lagi ngeliat hantu, dan ternyata hantu yang di maksud adalah muka salah satu teman saya yang bernama Arif. Kebetulan si Arif tidak terlalu banyak minum malam itu dan masih sadarkan diri. Wkwkwkwkkw....akhirnya satu bogem mentah pun mendarat di mukanya akibat ulahnya itu, dan lumayan menghibur mumpung korbannya tidak sadar sama sekali. Tak hanya ngelindur ngeliat hantu, dia malah minta di pindahin ke bawah buat tidur, terlalu sesak katanya di sini. Tempat yang kami tinggali kebetulan berlantai dua, dan akhirnya saya dan Arif sepakat untuk menyeretnya ke bawah. Tanpa peduli sama sekali ia kesakitan atau tidak, kami menyeretnya menuruni tangga. Sampai di bawah, ia minta diberi bantal buat alas tidur. Dan karena hal ini jadi hiburan buat saya dan Arif waktu itu, akhirnya dia kami seret sampai ke dapur, dan membiarkannya di sana sampai pagi tanpa request bantalnya.

Lain halnya dengan teman-teman yang lain, ketika saya mulai mendata teman-teman yang lain yang juga mabuk ternyata jumlah kami kurang dua orang. Kami pun mencari mereka, dan menemukan mereka berada di beranda rumah. Satu lagi buang air besar di beranda rumah, dan satunya lagi sedang muntah-muntah di samping 'ranjau yang baru di pasang'. Wkwkwkwkkw..... malam itu bukannya malah panik karena orang-orang mabuk, malah terhibur berkat mereka.... Saya dan Arif pun 'membimbing' keduanya masuk ke rumah dengan kondisi apa adanya di antara mereka berdua, kami pun mengunci pintu rumah dan berharap mereka tidak keluar rumah lagi. Esoknya pun jadi hari terpingkal-pingkal buat kita semua, akibat ulah kebodohan mereka masing-masing.

Base camp di Riam Sejawak dan rumah tempat ngungsi di malam tahun baru

Kejadian kedua, terjadi ketika malam tahun baru, di mana ada satu pengusaha di dusun itu yang mensubsidi minuman keras buat pesta malam tahun baru waktu itu. Satu dusun pun merayakannya. Ada panggung dengan band-nya yang menyajikan musik dandut. Yang bisa bernyanyi, di minta untuk bernyanyi, sementara yang lain berjoget sambil minum. Suasana waktu itu sangat kalut, dan beruntung ada satu keluarga yang menawari untuk tidur di rumahnya kalau tidak ingin ikutan pesta di malam itu. Dan saya dan teman-teman yang tidak ikutan minum waktu itu pun meng-iyakan tawaran itu. Pesta itu berakhir sekitar jam 2 pagi, dan hanya menyisakan cerita-cerita mereka yang tak sadarkan diri di esok hari.

Kenapa harus dengan minuman keras? Karena dengannya, kita bisa merasakan persaudaraan satu sama lain di antara peminumnya di kala kesuntukan menggerogoti akibat rutinitas tiap hari yang monoton, dan esok hari ketika sadar badan jadi terasa segar lagi. Ada juga yang mengatakan minuman keras adalah tempat untuk lari dari sebuah masalah, ketika solusi tak kunjung datang untuk masalah yang dimaksud. Setidaknya itulah jawaban yang sering saya dapatkan ketika menanyakan pertanyaan ini kepada seorang peminum. Sehabis minum, esoknya mereka biasanya saling bercerita tentang kebodohan-kebodohan yang mereka lakukan saat minum. Ada yang muntahnya seember, ada yang berceloteh seolah-olah ia adalah seorang aparat, ada yang minta diantar ke toilet karena lokasinya tidak tahu dan minta ditungguin, dan lain-lain. Habis itu mereka tertawa terkekeh-kekeh menertawakan kebodohan masing-masing. Setelah satu pesta, pesta lainnya akan segera menyusul di lain waktu dan kembali bercerita seperti cerita-cerita yang ada sebelumnya. Dan dari situ kebersamaan dan persaudaraan itu lahir. Dari sudut pandang orang yang bukan peminum sama sekali, hal ini jelas terlihat aneh di mata mereka. Apa tidak ada cara lain yang lebih baik untuk meningkatkan kebersamaan dan persaudaraan??

Ternyata kita punya penilaian dan penghakiman masing-masing tentang mabook.

12 comments

Reply Delete

nice post..ini postingan yg saya tunggu2..menceritakan ttg pengalaman di aljazair..keep istiqamah ya ^_^

Reply Delete

pengalamannya seru ya mas...keren nihh...

Reply Delete

wow.... bengong juga membayangkannya ^_^

Reply Delete

Gimana ya rasanya Mboook .. ? hehe

Reply Delete

mabuk cinta Allah boleh, mabuk yg lain ga boleh. thanks for sharing.

Reply Delete

Ini cuma pengalaman berada di tengah2 kumpulan para peminum...

Reply Delete

ternyata pengertian mabuk itu luas yaaa, saya ga kepikiran kalo bukan cuma teler aja yang bisa disebut mabuk, dan seharusnya judul tulisan ini bukan mabook tapi teler mungkin lebih tepat... kalo mabok cinta yayang boleh ga?? heheheh

Post a Comment

˙˙˙buıɥʇǝɯos ʎɐs