Recent Comments
Loading...
Recent Comments

Dibalik Rehat 3 Pejalan

17 September 2011


Jari-jarinya tak henti-hentinya memainkan secuil tanah liat yang ia kerok dari sekitar tempat ia melepas lelah. Ia biarkan tubuhnya tergeletak di atas tanah itu tanpa alas. Menghela napas, mencoba mengatur ritme iramanya supaya tenang. Peluh bercucuran yang mengalir sedari tadi  perlahan-lahan mulai menguap. Ia tak sendiri di saat itu. Ia ditemani kedua temannya yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Salah seorang temannya sedang sibuk menyalakan api dari serpihan ranting-ranting kering disekitarnya, hanya untuk mengusir agas yang mulai buas menghampiri keringat yang mengalir tadi. Sedangkan satunya lagi, dengan sebuah kayu di tangannya, ia sibuk menghentak-hentakkan kayu itu ke tanah di depannya tanpa pernah tahu apa maksudnya. Untuk sejenak ketiganya terdiam tanpa kata. Cuma 10 menit waktu yang disepakati untuk berada di tempat itu yang nantinya akan dilanjutkan dengan sebuah perjalanan panjang dibalik sebuah bukit di depannya.

Jari-jarinya masih bermain, mencoba membentuk bulatan layaknya kelereng dari tanah liat yang dimainkannnya. Setelah satu bulatan selesai, ia pun meletakkannya di tanah. Selanjutnya ia pun mengulangi aktivitasnya itu, membuat bulatan lainnya dengan ukuran yang berbeda, untuk kemudian diletakkannya di tanah. Aktivitasnya ini tak luput dari pandangan temannya yang memainkan kayu sebagai ritual dalam mengisi waktunya. Lama-kelamaan aktivitasnya ini membuat gerah temannya itu. Ada semacam unsur kekanak-kanakan yang dilihatnya dalam aktivitasnya itu.

"Apa gunanya dirimu membuat bulatan-bulatan tanah liat itu?"

"Aku juga ingin menanyakan hal yang sama, apa gunanya juga dirimu mengorek-ngorek tanah dengan kayu di tanganmu itu? Mencari cacing kah?"

"Iseng… hanya untuk mengisi waktu saja biar ga melamun. Kamu tahu kan efek dari melamun di tempat seperti ini?"

"hehehe… diriku pun demikian, iseng biar ada kerjaan."

Mereka pun kembali terdiam. Pecutan percakapan yang terjadi sebelumnya belum berhasil membuat mereka bisa saling bercengkrama mengisi waktu yang disepakatinya. Teman yang satunya lagi masih sibuk mengatur serpihan ranting agar berasap dan menghasilkan bara api. Lama ia bergulat di sana dan memang membutuhkan tingkat kesabaran yang tinggi untuk bisa menghasilkan api sesuai dengan yang ia inginkan. Tak semua orang bisa melakukannya. Beberapa hari sebelumnya, seorang penduduk lokal di seberang pulau sana memberitahunya bahwa di daerahnya jika seseorang tidak bisa membuat api di tempat seperti ini, maka ia belum siap dan pantas untuk menikah. Mungkin itu hanya sekedar guyonan belaka untuk memicu dirinya agar bisa dan lancar dalam membuat api. Teapi, ia dan teman yang lainnya sepakat untuk menjulukinya sebagai pawang api, karena hanya ia sendiri yang hobi bergulat dalam menata ranting, daun kering beserta pemantiknya menjadi sebuah api.

"Aku tertarik sama bentuk bulat dari tanah liat yang kamu buat dengan jari lentikmu itu, bukan tanah liatnya yang berbentuk bulatnya, tetapi bulat-nya.", ia memecah kesunyian sembari masih meniupkan napasnya pad tumpukan ranting agar bara apinya tetap menyala.

"Lentik…. Lentik dengkulmu...hahahah"

"Coba lihat, apa memang jarimu selentik yang diucapkan si Pawang? Kalau iya, kapan-kapan aku belikan bando buat dirimu… hahaha.", kata si pemegang kayu ikutan nyerocos pembicaraan.

"Hahaha.. Sama rok mininya sekalian kalau begitu….hahahha."

"Memangnya ada apa dengan "bulat" yang kau maksud?", Pandangannya tertuju pada si pawang api.

"Gak jadi ah… Saya baru mau ngomong serius malah pada hahahihihuhu.."

"wakakakakak... si pawang ngambek…."

"Hahahha… kalau saya ngambek, kalian udah bentol-bentol tak berbentuk  jadi santapan si Agas.."

"Wajar kalau jadi santapan si Agas, kita kan di sarangnya…."

"Melihat bentuk bulat yang kamu buat itu, aku jadi teringat akan tempat kita berpijak saat ini. Bumi. Kita hidup dan beraktivitas dalam sesuatu yang berbentuk bulat. Jadi, ketika saya mengamatimu memainkan tanah liat itu menjadi sebuah bulatan, aku jadi membayangkan jari-jarimu sedang bermain-main memijat permukaan luar bumi ini." Lanjut si Pawang Api.

"Terus..terus… lanjutin…"

"Entar, saya ambil napas dulu…", katanya tersengal ketika napasnya mulai menderu karena pengaruh tiupan ke bara api yang dibuatnya.

"Wakakakaka…..Sedot tuh asap. Dirimu ada-ada aja, hahaha…"

"Lebih jauh lagi, aku memikirkan teman-teman Bumi yang dekat dengannya ataupun yang jauh dengannya. Benakku mengatakan bahwa semua temannya pun berbentuk bulat. Mereka yang mengorbit pada lintasannya masing-masing semuanya pada dasarnya berbentuk bulat. Dan pertanyaan saya, kenapa harus bulat? Tidak adakah bentuk lainnya yang bisa merepresentasikan para punggawa galaksi di luar sana selain bulat? Alasan pastinya aku tak tahu, tetapi Justru dengan bentuk seperti ini yang membuatya bisa bertahan di luar sana selama ribuan bahkan milyaran tahun. Aku justru mengambil kesimpulan bahwa dengan bentuk yang seperti itu yang menyebabkannya bisa bertahan dalam proses jangka panjang."

"Terus, inti dari penjelasanmu itu apa?"

"Seperti yang saya bilang tadi, aku cuma takjub sama kata ‘bulat’-nya. Apa karena cuma kebetulan saja, semua benda langit yang mengorbit di luar sana memiliki bentuk dasar bulat? Seperti kita sekarang ini, tanpa tekad yang bulat kita tak akan pernah berusaha mencapai tempat di balik bukit sana. Kita akan tetap di sini atau berbalik arah menuju tempat di mana kita memulai perjalanan ini. Justru karena tekad yang bulat yang menghantarkan kita memiliki sifat ketahanan yang tinggi dalam mencapai sesuatu, tak peduli sebesar apapun tantangan dan rintangan yang dihadapi ke depannya, karena tekad itu sudah berbentuk bulat."

"Tekad… iya yaaa… 'tekad' memang selalu disangkutpautkan dengan bulat menjadi 'tekad bulat', bukan dengan segitiga, kubus, bundar, atau bentuk-bentuk geometri lainnya. Tapi, menurutmu apa di luar sana tak ada benda langit yang berntuknya tidak bulat?", Benaknya coba membenarkan pendapat si pawang.

"Hehehe… mungkin ada mungkin juga tidak, dan kalaupun ada, benda itu tak lebih dari sampah antariksa belaka yang mencoba menstabilkan gerakan dirinya pada gravitasi di mana ia tertarik. Kalaupun ada, ia pun tak akan kuat bertahan dari benturan benda-benda langit lainnya, karena sifatnya yang tidak memiliki lintasan yang menentu. Seperti halnya dalam kehidupan ini, justru mereka yang tidak memiliki tekad yang bulat bisa dikategorikan sebagai sampah dunia, seperti makhluk yang ada depanmu itu", liriknya pada si pegang kayu.

"Beuh…. Udah jadi penonton, masih terserempet juga… nasib.. nasib…" Kata si pemegang kayu nyeletuk.

"Kerjaanmu itu lohh.. gali tanah teruss, sekali-kali nimbrung dong dalam obrolan. Cacingnya sudah ketemu belum? Atau apa dirimu mau menggali kuburanmu sendiri di sini?.. Hahaha…" Ledek si pawang yang gerah melihat tingkahnya menggali tanah dengan kayu ditangannya.

"Menurutku, kalau diriku melihat bentuk bulat seperti tanah liat yang sedang dipermainkan oleh dia sih, pikiranku justru langsung membayangkan onde-onde…" Jelasnya tak mau kalah sambil nyengir.

"Terus kalau udah gitu gimana???"

"habis ngebayangin justru kok lapar yaaa…hahahah", katanya coba mencairkan suasana serius yang sedari tadi melingkupi mereka.

"Kepalamu tuh yang mirip onde-onde tanpa serutan kelapanya… Kalau ada gula jawa sih, bagusnya gula jawa itu ga usah diselipin dalam onde-onde itu, bagusnya dipakai buat sumpal mulut garingmu itu…hahahaha."

"wakakakka…"

"Hahahaha…."

"Yuukk… lanjut yukk… bakalan panjang nih cerita kalau obrolannya diterusin…"

"Hayuk… Mari satukan tekad layaknya onde-onde yang berbentuk bulat itu... hehehe" Canda si pemegang kayu.

"Halah… masih nge-garing juga dirimu…"

"Yuukkk…. Mariiii…."

Mereka pun bergegas menyongsong tempat dibalik bukit yang ditujunya itu. Si pawang mematikan perapiannya dengan menginjak-injaknya dan memastikan tak ada bara api lagi yang tersisa di sana. Si pemegang kayu masih setia dengan kayunya untuk dibawah bersamanya dalam perjalanan. Dan yang satunya lagi juga menggenggam secuil tanah liat untuk memainkan jari-jarinya bersamanya membentuk sebuah bulatan tanah liat yang sederhana.

Source Pic: Random Taken From Google

18 comments

Reply Delete

bulat...melingkar tanpa ujung, utuh dan saling melengkapi..tekat yg bulat menjadi kuat...btw saya udah lama g BW ke sini sammmmmm saya ketinggalan jauh postingan nya..merindukan saat-saat disudan....teman begadang :)

Reply Delete

tekad? yah.. setiap keterbatasan bisa dikalahkan dengan sebuah tekad. :D

Reply Delete

nanti coba deh di praktekin bikin bulatan dari tanah liat juga, siapa tahu lagsung dapet petuah dari seseorang.. hehe.. tapi untuk memulainya, harus dimulai dari tekad yang bulat dulu.. :D

Reply Delete

bulat itu berputar @_@ 

Reply Delete

menurutku, bulat itu menggambarkan kesempurnaan. bumi bulat, matahari bulat, planet2 lain juga bulan, karena penciptanya membuat semua hal itu dengan sempurna. begitu juga kata bulat yang mengikuti kata 'tekad'. tekad yang bulat, dapat diartikan tekad yang sangat besar dan sungguh2 bukan?

another nice story Sam :)

Reply Delete

Jadi mesti belajar buat api di temapt kayak gitu dulu baru bisa nikah nih ?
@_@7e562c8c98c277ee524add6a717eb823
Ceritanya menarik :)

Reply Delete

Bulat adalah kata yang kuat! Terinspirasi dari kisah dari dirimu :)

Reply Delete

BULAT...BULAT....BULAT.....
hahahaha,,,,,,
kalau dipikirin ga' ad habisnya sam..
aku cuma punya satu jawaban..."TAKDIR" (surat kecil dari Tuhan yang ga' bisa diutak-atik)...
wkwkwkwk......

Reply Delete

iyaaa... seperti itulah... aku cuma kagum sama benda angkasa di luar sana yang kebetulan bulat dan berada di lintasan yang sama serta bertahan dari awal hingga sekarang... seperti itulah tekad yang bulat menurutku... konsisten dan memiliki daya tahan yang lama...:)

hayuukkk.. makanya yang rajin yaaa BW-nya...:D... di sini juga jadi sepi kalau malam, ga ada lagi yang mengajakku berkompetisi soal blog di tengah malam buta hahahhaha:))

Reply Delete

beuhhh... apa ga ada kalimat yang lain???... udah berapa kali aku baca kalimat itu... di komentar postingan yang dulu-dulu juga adaaa... wkwkwkwkwkwk.... dan aku juga bosan meneriakkan kata "sepakaaaaaatttttt" untuk kalimat yang ini.... wkwkwkwkwk

Reply Delete

wkwkwkwk... ternyata bagian itua ada yang memperhatikan juga yaaa... hahahahha... Itu cuma lelucon kawan, lelucon yang pernah kudapatkan dari seorang kawan di pulau Borneo sana.... Selanjutnya terserah anda mau percaya atau tidak...wkwkwkwkwk

Reply Delete

yaaa... sepakat kalo itu adalah wujud kesempurnaan... justru karena sempurna itu, mereka yang memiliki bentuk yang bulat dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama.. Tekad pun begitu, seperti katamu tekad yang bulat bisa dikaitkan dalam kesungguhan dalam melakukan sesuatu...:)

Wahhh... pujian lagii..... sampai kapan?? hahahhaha... thanks ya Armae...:)

Reply Delete

Sepakat kalo itu kata yang kuat... karena justru itu yang membuat kita bisa bersungguh-sungguh dalam melakoni sesuatu..:)

Reply Delete

tergantung objeknya ia berputar atau tidak, dan kalaupun berputar mau putarannya kencang atau lambat tidak masalah asal konsisten saja.. :)

Reply Delete

hahaha.... kalo emang ga ada habisnya untuk dipikirin, sebaiknya yang ada aja dulu yang bisa dipikirin dan bisa dipahami, biar keliatan masih eksis...:)

sebenarnya aku cuma ingin menghubungkan tekad yang bulat dengan bentuk bulat yang ada di alam semesta ini yang bisa bertahan ribuan hingga milyaran tahun sampai saat ini...

Kalo masalah "Takdir", yaa menurutku manusia cuma bisa berencana dan segala yang terjadi kita kembalikan kepada-Nya dan kita coba beradaptasi dengan kenyataan yang ditimbulkan oleh rencana kita.. :)

Reply Delete

setuju Sam....semoga tekad kita dalam melakukan sesuatu hal yang baik dan bermanfaat selalu bulat tanpa celah ataupun berbelok menjadi bentuk lain...dan semoga garis tanpa sudut yang ada pada diri kita tersebut dapat bertahan hingga ratusan bahkan miliaran tahun lebih lama dibandingkan bintang dilangit....amiiiiiin.
hahahaha....Kumat (LEBAY.COM)

Reply Delete

ckckckkc.... aku juga setujuuuuuuu... tapi kok kalimatnya makin lama makin LEBAY TAK BERCACAT.... hahahhahahah..... :))

Post a Comment

˙˙˙buıɥʇǝɯos ʎɐs