Recent Comments
Loading...
Recent Comments

Celoteh Tentang Si 'Keparat'

01 January 2011

Kita melangkah lalui hari demi hari, waktu demi waktu, hanya untuk menyilaukan peradaban hidup kita hingga bisa mengalahkan silaunya terik matahari di siang hari. Kata orang-orang, hanya yang munafik saja yang akan menjawab tidak. Apakah aku salah satu di antaranya yang mengatakan tidak? Entahlah, tak kutemukan alasan untuk menjawab 'tidak' dengan tegas, karena aku terjebak didalamnya, di mana semua menganggapnya sebagai sebuah cahaya yang bisa menerangi ke segala arah di mana prestise, keangkuhan dan keserakahan menyatu di dalamnya. Cahaya itu membutakan kita untuk bisa melihat satu sama lain. Cahaya itu menyatu dengan cahaya-cahaya lainnya yang berlomba-lomba untuk bisa menerangi sekitarnya masing-masing. Hanya sekitarnya, sedang yang berada di sekitarnya semakin diredupkan oleh keegoisan pemilik cahaya yang melupakan keberadaan dirinya sendiri.  Sesekali cahaya itu meredup hingga tergantikan oleh kegelapan. Saat itu, sebagian menyadari keberadaan dirinya, menyadari bahwa kegelapan menerangi eksistensi hidupnya yang tak berarti apa-apa. Dan sebagian lainnya hanya menyadari bahwa kegelapan itu adalah kenyataan di mana pandangan kedua matanya menerobos celah demi celah kegelapan itu mencari seberkas cahaya, kemudian bangkit untuk menyalakannya kembali di tengah puing-puing kegelapan di sekitarnya.

Kita boleh berbangga dengan apa yang diusahakan dan diraih. Tapi kita jangan pernah lupa bahwa ada dualisme dalam kehidupan ini, dua-duanya pernah kita rasakan. Ada yang menyadarinya dan ada yang tidak. Hal itu mengajarkan bahwa tak ada yang mutlak di dunia ini yang kasat mata.

Relakan yang terjadi dan hadapi saja. Tidak ada alasan karena dan pertanyaan mengapa. Karena yang seharusnya ada adalah sudah sampai di manakah perjalanan, semakin menjauh kepada-Nya atau semakin mendekat?

No comments

Post a Comment

˙˙˙buıɥʇǝɯos ʎɐs