Recent Comments
Loading...
Recent Comments

Pusara Kehidupan

16 April 2012

pusara kehidupan

"Telingamu masih berfungsi kan?"
"Kau mendengarnya bukan?"
"Menurutmu bagus nggak?"


Pukk... Satu tepukan mendarat di bahunya, menyadarkan dirinya yang tak menghiraukan suara di sampingnya. Yang berbicara mungkin mengira bahwa ia tak mendengar apa yang diucapkannya. Bukan.. bukan ia tak mendengarnya, tetapi ia hanya bisa terdiam mendengar rentetan pertanyaan-pertanyaan itu. Tak tahu harus menjawab apa.

Dirinya memang hancur, tak terkendali karena sebuah ketergantungan. Namun, semua itu tak menyurutkan orang-orang di sekitarnya untuk tidak menjauhinya. Orang yang bertanya itu salah satunya. Dia masih salah seorang kerabatnya, mencoba mengerti apa yang dialaminya. Menghakimi keadaannya justru bisa membuatnya makin terpuruk. Sebuah perhatian adalah usapan untuk bisa membuatnya bangkit kembali, menjalani kehidupan yang normal kembali.

Hari itu, di sebuah tanah  lapang, matahari masih sepenggal naik. Gema takbir adalah suara yang diperdengarkan di manapun pagi itu. Suara itu adalah suara yang dipertanyakan kebagusan ataupun kemerduannya oleh kerabat di sampingnya. Tanpa kesadaran penuh, suara itu hanyalah bak kicauan burung yang numpang lewat di pendengarannya. Tak bermakna. Tetapi, pertanyaan itu cukup membuatnya terbangun dari lelap kesadarannya

Tatapan matanya sayu, menatap kosong ke depan, menikmati sebuah sensasi sesaat. Ada sebuah ketenangan dan kedamaian yang dirasakannya. Berjalan di atas hamparan air yang tenang, merasakan sejuknya hembusan angin yang tak bertiup, bahkan melayang terbang ke angkasa memasuki dunia mimpi yang seakan nyata. Entah sudah berapa kali ia membisikkan raganya, bahwa semua itu semu dan sesaat. Namun, semua itu hanya sebuah kalimat yang mampu ia ucapkan ketika sedang sadar. Keinginan untuk pergi darinya pun masih menjadi harapan yang tak kunjung nyata.

Sehabis itu, ketika aku bertemu dengannya, tak henti-hentinya ia bercerita tentang pengalamannya di pagi itu. Aku tahu betul kondisinya. Rasanya tak percaya ia bisa bercerita seperti itu dihadapanku. Seorang yang tak bisa mengendalikan dirinya saat itu, bercerita tentang kembali pada-Nya. Sebagai seorang pendengar, aku mengabaikannya dan memvonisnya bahwa ia tak tahu apa yang dibicarakannya. Aku terlupa pada ungkapan, "Jangan lihat siapa yang berbicara, tetapi lihat apa yang dibicarakannya." Seketika itu juga, aku pun mengalihkan pembicaraan ke topik lainnya.

Laut... yaaa ia begitu cinta akan laut. Aku mengungkit semua tentang laut dihadapannya saat itu. Bagaimana dulu ia berhasil membujukku dan kawan-kawan lainnya untuk kabur dari rutinitas seorang pelajar menuju laut. Bukan cuma sekali atau dua kali ajakan itu ia lakukan, tetapi hal ini berlanjut hingga beberapa hari. Dengan sepeda masing-masing, kita menempuh jarak yang cukup jauh menuju laut. Bosan, yaa.. bosan, tetapi aku begitu menikmatinya. Memancing dan beradu hasil pancingan dengan bapak penjual ikan. Secara tersirat ia mengajarku akrab dengan mereka yang mencari jerih payahnya dari laut. Mengajarku untuk tak mengabaikan orang-orang seperti mereka. Sehabis itu, kita bersama kawan-kawan lainnya pun bermain dengan riak air laut.

Sesekali tawanya terdengar ketika saya menceritakan salah satu pengalaman tentang laut di hadapannya. Ia masih ingat bagaimana dulu saya termasuk orang yang takut kecipratan air laut. Bahkan untuk membenamkan kepala di dalamnya pun aku ketakutan. Ia pernah memaksaku melakukannya, dan hasilnya aku hampir kehabisan napas karenanya. Aku pun membisikkan padanya bahwa sampai saat ini, hal itu pun masih terjadi, hingga aku pun mengatakan diriku ini manusia waterproof, manusia anti air, tetapi bukan berarti aku tidak pernah mandi. Tawa pun pecah. Aku senang melihatmu melepas tawamu. Ada bentuk kebahagiaan di sana, melihatmu terlupa akan kondisimu.

Hari ini, aku berdiri di depan pusaranya. Memandang bisunya tempat peristirahatannya. Aku tak menyangka bahwa pembicaraan kita tentang laut itu adalah pembicaraan terakhir kita. Aku tahu kondisimu waktu itu, tetapi aku tak tahu kalau kematian akan menjadi titik akhir  kondisimu saat itu. Di belahan bumi utara sana, aku mendengar semuanya, mendengar tentang kekalahanmu dalam hidup. Tetapi aku menganggap semua kekalahan yang kumaksud itu bukan tanpa perjuangan.

Ia mencoba memperdengarkan sebuah pengalaman religiusnya bersama kerabatnya tentang apa yang dirasakan setelahnya waktu itu. Namun, aku hanya menganggapnya sebagai sebuah ocehan yang tiada berarti sama sekali dari dirinya. Mungkin inilah sebuah penyesalanku kepadanya bahwa aku tidak bisa memberikan sebuah dukungan tentang apa keinginannya. Justru sebaliknya, aku memalingkanmu darinya, mengikuti keinginanku membuatmu tersenyum dan tertawa.

Pada pusaranya aku bercermin. Mencoba menghadirkan kuasa-Nya dalam wujudnya. Tentang apa yang pernah kau lalui, dan tentang apa yang pernah saya lalui. Betapa hebat takdir-Nya. Dia memperlakukan kita sesuai dengan kesanggupan kita. Dan aku tak percaya bisa menjalani dan melalui hidup yang ia jalani. Itulah keadilan-Nya yang ditujukan pada kita, bahwa kita pasti bisa menghadapi semua yang ada di hadapan kita, tentunya sesuai dengan kesanggupan kita. Berkaca padanya, aku teringat akan kondisiku dan aku pun bergumam, “My Maker still decide that I’m strong enough to face this condition.” Dan kembali aku membenarkan sebuah pepatah, “Manusia berpikir, Tuhan pun tertawa.”

Pusaramu nyata di hadapanku, kawan. Aku pun begitu. Tetapi pusaraku berbeda dengan pusaramu. Pusaraku nyata di pikiranku. Pusaraku masih berbentuk kehidupan. Yaa.. Pusara kehidupan.

Source Pic: Random Taken From Google

30 comments

Reply Delete

Semuanya akan berakhir di sebuah pusara, kan?

Reply Delete

:') kata-katanya, bang, aku suka. hahaha

Reply Delete

Semoga si kawan diberikan tempat yang terbaik di sisiNya..amin :)

Reply Delete

lama gak main kesini, dan tulisan kamu masih se-WAW yang dulu :)

Reply Delete

pusara kehidupan... aku suka istilah ini.. :)

Reply Delete

terima kasih yaa sudah menyukainya... :D

Reply Delete

Aku juga suka istilah itu... tapi belum bisa menjelaskan secara detail maksud istilah itu apaaa... :))

Reply Delete

terima kasih yaaaa.... :)

Reply Delete

smoga Allah mengampuni segala dosa-dosanya, dan kita juga akan menuju kesana..BTW ni postingan di tulis di atas pohon jambu apa dekat kadang2 hehehhe ..peaceeeeeeeeeeee

Reply Delete

Semogaa.... Aaminn... dan bener, kita juga akan menuju ke sana suatu saat nanti... :)

hahahah.. postingan ini ditulis di kamar, tapi postingnya di dekat kandang ayam... :)) bukan di atas pohon jambu.. pohon jambunya banyak semutnya... :D

Reply Delete

so far away....
:)
hiks menyedihkannya kehidupan ini sebenarnya...
:)

Reply Delete

semoga Allah memberikan kelapangan disana..

Reply Delete

Selalu terpana setiap mampir kesini.. namun syang.. tak selalu ada waktu untuk mampir kesini.. semangat u menulis terus lah bang :)

Reply Delete

kunjungan gan.,.
bagi" motivasi.,.
fikiran yang positif bisa menghasilkan keuntungan yang positif pula.,..
di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,

Reply Delete

Berbicara dengan seorang tentang dirinya yang tak akan lama lagi hidup, saya pernah menghadapi situasi seprti itu. Dan begitu pun saya berusaha mengganti topik karena apapun kalimat yg saya ucapkan, dia sdh sering mendengarnya. Maka saya lebih memilih mengajaknya ngobrol pada hal-hal yg bisa membuatnya tertawa. Now, she's gone. Kanker yg di deritanya tak mampu lagi dia lawan, usia hidup sdh ada yg mengatur...

Reply Delete

dan rumah sepertinya bisa jadi pusara juga.. :D

Reply Delete

really far far awayyyy.... :)

kehidupan ini menyedihkan??? hmmmm... :-? Kamu sedih ga membaca cerita ini? Aku nggak... :D

Reply Delete

Selalu terpana yaaa??/ waduhh... saya cuma manusia biasa yang kadang-kadang selalu mengekspresikan apa yang kulihat kudengar dan kurasakan di ruang ini... dan Insya Allah akan selalu melakukannya terus dan teruss... :)

Reply Delete

terima kasih atas quote motivasi dan kunjungannya... :)

Reply Delete

Tentang mereka yang hidupnya tak lama lagi, siapa yang tahu selain-Nya? Sebenarnya bukan hanya berbicara dengan ia yang hidupnya tak lama lagi, tetapi dengan semua orang yang coba mengarahkan pembicaraan ke hal-hal menyedihkan, saya selalu berusaha mengalihkan pembicaraan ke hal-hal yang bisa membuat kita tertawa dan tersenyum... Dan rasanya yang satu ini, entah kenapa saya selalu berpikir tidak bisa menjadi pendengar yang baik ketika orang lain bercerita...

Anyway, khusus buat temannya itu, saya kira dirimu sudah bisa membuatnya untuk sekejap melupakan penyakit yang di deritanya itu dan membuatnya tersenyum menghadapi apa yang dialaminya itu.. :)

Reply Delete

Hoo.. baru ada kesempatan untuk baca tulisan ini secara utuh. Ternyata panjang juga yaaaa.... :D

Jadi namanya pusara ya...

Reply Delete

hahahha... taulah yang udah super sibukkk meniti karirr... :D

emang ga pernah tau yang namanya pusara???

Reply Delete

Hahaha... meniti karir katanya. Ati-ati ketusuk aja dehh sama penitinya :))

Pernah tau,. Tapi pusara yang kumakud disini adalah, ternyata gak selamanya pusara itu berarti tempat peristirahatan terakhir...

"pusaraku nyata di pikiranku..."

Reply Delete

Jiiaahh...'meniti' ama 'peniti' nyambungnya di mana coba? Dari pada peniti dijadiin titian, mending dijadiin jepitan seprei kasur :))

'Pusaraku nyata dipikiranku', mungkin maksudnya aku ingin berkata seperti itu ketika aku ingat akan kematian, yg nyatanya suatu saat pasti akan kita alami...

Post a Comment

˙˙˙buıɥʇǝɯos ʎɐs