"Kekuatanmu di dunia sebenarnya hanya ketika kamu sanggup berkata 'aku'." Entah sudah berapa lembar aku melalui alur yang kau tawarkan, tetapi aku selalu terngiang dengan kalimat yang terselip itu. Aku mencoba memejamkan mata seperti apa yang kau alami itu, merasakan sentuhan ombak pada ujung kaki dengan tariannya. Perlahan-lahan, dingin usapi telapaknya, menjalar ke atas dibawa rasa yang menyelinap di bawah kulit, hingga sampai ke ubun-ubun. Dan ketika membuka mata sembari melempar pandang ke satu titik cakrawala di ujung sana yang mempertemukan ujung langit dengan ujung samudera, kau kembali menawarkan sebuah pertanyaan, "kemungkinan apa yang kamu miliki ketika kamu terjebak dalam dunia yang kian cepat?". Jawabnya ada di kegelapan nyata sana ketika mata terpejam. Walau ternyata tak gelap ketika kita belum bersentuhan dengan terang, dan walau tak hitam ketika kita belum bersentuhan dengan putih, kekuatan itu hadir dalam bisikan 'aku' yang diperdengarkan olehmu.
Kau pun memperlihatkan keakuanmu pada tarian, nyanyian, lukisan, tulisan, tangisan, tawa, sendu dan keterdiaman. Semua yang kau perlihatkan itu hadir karena detak jantungmu, yang dengannya kau sendiri tak mengerti mengapa diberi nama, diberi simbol; hanya simbol, bukan aku. Padanya hanya nafas yang berhembus, hanya mata yang berkedip, hanya telinga yang diam, dan hanya perahu yang kadang bersauh keluh dan harus menempuh jarak yang jauh. Detak yang tak sama dengan detak waktu yang konstan. Detak yang kadang tenang berpadu dengan suasana hati, dan juga terkadang bergejolak seperti ketakutan karena tertinggal dari apa yang diinginkan oleh keakuanmu.
Tiba-tiba ada sesuatu yang menyelinap sepi. Ada sesuatu yang lebih kecil dari setetes air, lebih kecil daripada inti dari sebuah atom, dan sesuatu itu lebih besar dari semesta, lebih besar dari jagad raya, lebih besar daripada bumi dan langit. Sesuatu itu kau perkenalkan dengan nama Hati Nurani. Kau bercerita seakan dirimu sudah berhasil membatasi kelakuanmu dengan hati nurani, menemukan kekuatanmu yang sebenarnya dengan hati nurani. Dalam pejaman mata, aku akui kalau itu adalah hal yang rumit. Hal yang terlalu sempurna, sementara diri ini selalu mengakui bahwa kesalahan demi kesalahan selalu saja terjadi walau kita dengan sadar, dengan bijak mengakuinya, namun masih berulang-ulang juga kita melakukannya. Apakah kesalahan itu melenakan? Apakah hati nurani memperdengarkan itu semua hanya untuk membangkitkan sebuah kekuatan dalam ucapan 'aku'? "Pejamkan matamu untuk menemukan jawabnya", kalimat itu tak nampak dalam lembaranmu, namun seolah hadir di antara himpitan kalimat-kalimat rumit yang kau suguhkan. Walau kau sendiri sudah meyakinkanku bahwa tak ada jawab dari rentetan kalimat yang coba aku kenali pada tiap barisnya, tetapi rasa penasaran membuatku berlabuh pada lembaran-lembaran itu, menemukan tanya yang tak kau suguhkan juga dalam sebuah tanda.
Mungkin aku butuh waktu untuk mengakrabkan diri denganmu lagi, mengusap kembali lembaran-lembaranmu satu per satu mungkin hanya untuk satu kepuasan, mendengar alunan merdu suaramu lewat rangkaian kalimatmu dalam satu waktu.
Kau pun memperlihatkan keakuanmu pada tarian, nyanyian, lukisan, tulisan, tangisan, tawa, sendu dan keterdiaman. Semua yang kau perlihatkan itu hadir karena detak jantungmu, yang dengannya kau sendiri tak mengerti mengapa diberi nama, diberi simbol; hanya simbol, bukan aku. Padanya hanya nafas yang berhembus, hanya mata yang berkedip, hanya telinga yang diam, dan hanya perahu yang kadang bersauh keluh dan harus menempuh jarak yang jauh. Detak yang tak sama dengan detak waktu yang konstan. Detak yang kadang tenang berpadu dengan suasana hati, dan juga terkadang bergejolak seperti ketakutan karena tertinggal dari apa yang diinginkan oleh keakuanmu.
Tiba-tiba ada sesuatu yang menyelinap sepi. Ada sesuatu yang lebih kecil dari setetes air, lebih kecil daripada inti dari sebuah atom, dan sesuatu itu lebih besar dari semesta, lebih besar dari jagad raya, lebih besar daripada bumi dan langit. Sesuatu itu kau perkenalkan dengan nama Hati Nurani. Kau bercerita seakan dirimu sudah berhasil membatasi kelakuanmu dengan hati nurani, menemukan kekuatanmu yang sebenarnya dengan hati nurani. Dalam pejaman mata, aku akui kalau itu adalah hal yang rumit. Hal yang terlalu sempurna, sementara diri ini selalu mengakui bahwa kesalahan demi kesalahan selalu saja terjadi walau kita dengan sadar, dengan bijak mengakuinya, namun masih berulang-ulang juga kita melakukannya. Apakah kesalahan itu melenakan? Apakah hati nurani memperdengarkan itu semua hanya untuk membangkitkan sebuah kekuatan dalam ucapan 'aku'? "Pejamkan matamu untuk menemukan jawabnya", kalimat itu tak nampak dalam lembaranmu, namun seolah hadir di antara himpitan kalimat-kalimat rumit yang kau suguhkan. Walau kau sendiri sudah meyakinkanku bahwa tak ada jawab dari rentetan kalimat yang coba aku kenali pada tiap barisnya, tetapi rasa penasaran membuatku berlabuh pada lembaran-lembaran itu, menemukan tanya yang tak kau suguhkan juga dalam sebuah tanda.
Mungkin aku butuh waktu untuk mengakrabkan diri denganmu lagi, mengusap kembali lembaran-lembaranmu satu per satu mungkin hanya untuk satu kepuasan, mendengar alunan merdu suaramu lewat rangkaian kalimatmu dalam satu waktu.
10 comments
Uraian talk to myself yg substantif neh...terutama part yang ini: diri ini selalu mengakui bahwa kesalahan demi kesalahan selalu saja terjadi walau kita dengan sadar, dengan bijak mengakuinya, namun masih berulang-ulang juga kita melakukannya..
Sekali baca masi belum paham. Ijin baca lagi ya pak,. Nanti saja tapinya. Hihihi #SpamDetected :P
si akunya angkuh ngak ya?msh blm paham.
masih belum paham tulisannya..
buat pembaca berfikir keras ini.. -_-
iyaaa... pada intinya saya sedang melakukan hal itu... :D
dibaca lagi donkk... biar agak paham dikiiiitttt... :D
angkuh??? hhmmm... kayanya sih kadang-kadang iyaaa... :D
dibaca lagi donkk..biar agak lumayan paham.. :D
heyyy.... muncul-muncul langsung bilang belum paham.. :D
sekali-kali keluar kandanglahh.. :))
tulisannya kak sam selalu bikin pusinggg, gag cukup di baca sekali buat ngerti :) top markotooop !
Saya juga pusing liatnya... :D
Post a Comment
˙˙˙buıɥʇǝɯos ʎɐs