source pic |
Menghadirkan sebuah penilaian dalam sebuah kisah yang kita saksikan mungkin adalah hal yang biasa kita lakukan. Lantas bagaimana jika penilaian itu berupa pertanyaan? Pertanyaan yang sangat membutuhkan jawaban. Sebagai seorang penyaksi dalam kisah itu, kita mungkin akan berpikiran masa bodoh karena kita tidak terlibat di dalamnya sebagai seorang tokoh dalam kisah tersebut. Namun dalam film Aftershock ini, saya tidak bisa secara langsung menghilangkan apa yang baru saya saksikan itu. Ada dua adegan tragis dan mengharukan dalam film ini yang sulit untuk saya lupakan.
Film yang diangkat dari novel China dengan judul yang sama ini mengisahkan kehidupan sebuah keluarga pasca gempa yang melanda Tangshan. Tangshan... Ada yang pernah mendengar nama salah satu kota di China ini? Tangshan merupakan salah satu kota di China yang pernah dilanda gempa bumi hebat dengan korban jiwa yang tak sedikit di tahun 1976. Pada tahun 2008, Pemerintah kota Tangshan mendirikan dinding memorial untuk mengenang para korban gempa bumi di tahun 1976, dan film 'Aftershock' ini dibuat untuk memperingati kelahiran kembali dan pemulihan kota besar Tangshan.
Adegan pertama yang merupakan inti dari cerita di film ini adalah adegan di mana seorang Ibu dipaksa untuk memilih salah satu anaknya untuk diselamatkan dari kedua anaknya yang terjebak di reruntuhan bangunan sehabis gempa melanda. Kedua anaknya ini terjebak di bawah reruntuhan yang sama, di sisi yang berbeda, sehingga kemungkinan untuk menyelamatkan keduanya sangat tipis dikarenakan untuk mengangkat reruntuhan itu, tidak memungkinkan untuk mengangkat kedua sisi secara bersamaan dengan kondisi dan alat yang ala kadarnya saat pasca gempa itu. Ini adalah sebuah pilihan yang sangat sulit bagi seorang Ibu tersebut, dimana sebelumnya, sesaat sebelum mengetahui kedua anaknya masih hidup dan terjebak di reruntuhan itu, ia baru saja kehilangan suaminya yang juga menjadi korban dari gempa tersebut. Dengan keadaan terpaksa karena terus didesak oleh tim penyelamat untuk memilih satu di antara 2 anaknya itu, akhirnya ia pun dengan sangat berat hati memutuskan untuk menyelamatkan putranya yang bungsu, dan mengorbankan putri sulungnya. Semua diskusi antara si Ibu dan tim penyelamat ini terdengar oleh kedua anaknya itu. Si sulung yang mengetahui akan dikorbankan oleh ibunya, tak bisa menahan kesedihan dan kebenciannya terhadap ibunya. Evakuasi pun dilakukan, dan si bungsu berhasil diselamatkan, dan tubuh si sulung juga berhasil diangkat dan dikumpulkan bersama tubuh-tubuh yang sudah tak bernyawa lagi. Tetapi, nyatanya si sulung ini masih hidup dan ia hanya pingsan ketika proses evakuasi itu berlangsung. Ia pun lalu diadopsi oleh salah satu relawan di sana.
Pertanyaannya, jika kamu berperan menjadi ibu dua anak yang terjebak itu, pilihan apa yang bisa kamu putuskan? Menyelamatkan salah satu dan mengorbankan yang lainnya atau mengorbankan dua-duanya. Jika itu menyangkut materi, mungkin kita bisa menjawabnya. Tetapi, ini menyangkut masalah nyawa. Saya tidak tahu harus berkata apa lagi karena sehabis nonton film ini adegan itu terus terngiang. Adegan tentang sebuah pilihan yang dengan sangat kejam tidak memberikan pilihan yang sedikit menguntungkan. Ada sebuah ungkapan bahwa, "Diantara pilihan yang terburuk itu, pilihlah yang terbaik di antara yang terburuk itu. Itu lebih baik daripada tidak memilih sama sekali". Bahkan saya tidak bisa membenarkan ungkapan itu untuk diterapkan ketika harus menerapkan ungkapan itu di kasus seorang ibu itu.
Lantas apa yang akan kamu lakukan ketika kamu berada dalam posisi ibu dua orang anak di atas? Saya cuma bisa berharap pertanyaan itu lenyap dari kepala sayaaaa...!
Adegan yang kedua, yakni ketika seorang ibu tadi berlutut di depan putri sulungnya ketika berjumpa dengannya seraya meminta maaf atas keputusan yang telah dibuatnya 32 tahun yang lalu. Selama 32 tahun, putrinya memendam kebencian pada ibunya dan tak pernah mengabari ibunya kalau dia masih hidup, dan selalu berpikir kalau ibunya telah membuat sebuah keputusan yang salah di masa lalu. Selama 32 tahun, ibunya tak pernah berhenti menyesali keputusan yang telah dibuatnya itu. Selama 32 tahun, ibunya tak pernah berhenti untuk mengingat putri sulungnya itu yang disangkanya telah tiada itu. Dan selama itu pula, keduanya tak pernah bertemu sama sekali hingga keduanya dipertemukan oleh gempa yang kembali melanda Tangshan saat itu, di mana putri sulungnya dan putra bungsunya dipertemukan ketika keduanya menjadi relawan dari gempa Tangshan saat itu.
Dalam adegan yang kedua ini, anaknya justru tidak serta merta langsung memaafkan ibunya. Ia masih merasa tidak bersalah untuk membenci ibunya ketika ibunya meratap memohon maaf dihadapannya. Namun, lambat laun hati sang anak pun luluh dan memaafkan sang ibu. Lantas apa yang akan kamu lakukan seandainya kamu berada di posisi anak di atas, menyaksikan ibumu meratap dihadapanmu memohon maaf yang teramat sangat atas sebuah keputusan yang telah dibuatnya itu merugikan dirimu?
Ada alasan tersendiri kenapa si Ibu lebih memilih si bungsu untuk diselamatkan daripada si sulung, cuma di film ini tidak ditampilkan sama sekali kenapa ia memilih si bungsu daripada si sulung. Penonton diajak untuk mencari jawabannya sendiri di film itu, tetapi sayang jawaban itu tidak saya temukan di sana. Dan akhirnya saya hanya bisa menebak kenapa ia lebih memilih putra bungsunya daripada putri sulungnya. Sederhananya, tebakan saya mungkin karena si bungsu lebih bisa menjadi tulang punggung keluarganya nanti di masa depan daripada putrinya. Tetapi, saya juga tidak bisa membenarkan tebakan saya ini. Benar-benar sebuah pilihan yang dilematis karena pasti ada yang tersakiti dan pasti ada penyesalan dalam pengambilan keputusan ini.
Kedua adegan itu terus terngiang di kepala saya setelah menyaksikan film itu. Peran Ibu dan anak yang begitu emosional memerankan sebuah penyesalan dan kebencian. Begitu pula dengan sebuah pilihan yang serba sangat sulit untuk diputuskan oleh seorang ibu dalam kondisi kepanikan dan tidak tenang. Yang hebat dalam kedua adegan ini bukan mereka yang memerankan ibu dan anak dalam film itu, tetapi lebih kepada kondisi yang dihadirkan oleh film itu. Situasi yang seharusnya berupa misi penyelamatan pasca gempa harus digabungkan dengan skenario tragis untuk menghadirkan adegan pertama. Situasi yang seharusnya seorang anak bisa berbangga berkumpul kembali bersama ibunya setelah sekian lama tidak bertemu, harus diperumit oleh ego seorang anak yang sangat keras untuk tidak mudah memaafkan pada adegan kedua.
Film ini memang dibuat untuk memperingati kelahiran dan pemulihan kembali kota Tangshan. Sebuah kebangkitan pasca keruntuhan oleh sebuah gempa dahsyat yang melanda Tangshan beberapa tahun silam. Awal kisah yang dihadirkannya penuh dengan kebahagiaan sebuah rumah tangga yang begitu sederhana, hingga semuanya harus berubah drastis setelah terjadinya gempa. Setelah adegan pertama terjadi, kita diajak untuk mengikuti hari-hari yang dilalui oleh ibu dengan putra bungsunya dan putri sulungnya di tempat yang berbeda, serta bagaimana keduanya menjalani hari-hari mereka tanpa bisa melupakan kejadian tragis itu hingga hari-hari mereka masih sering dihantui oleh kejadian itu.
Terlepas dari kedua adegan itu, di kehidupan nyata yang sebenarnya, kita mungkin pernah dihadapkan pada dua pilihan sulit di mana kita terus terpaku pada pilihan yang saling berhubungan itu. Keuntungan yang kita dapatkan dari memilih itu sebanding dengan kerugian yang kita dapatkan, bahkan mungkin penyesalan yang akan kita dapatkan ketika kita tidak memilih sama sekali. Lantas kita pun berkesimpulan bahwa ada yang harus dikorbankan untuk mendapatkan sebuah pilihan. Pengorbanan yang juga akan membawa kita pada satu penyesalan, dan bertanya-tanya kenapa bukan pilihan yang lain yang kita pilih. Tetapi, saya juga yakin bahwa mereka yang dihadapkan pada situsi dan kondisi seperti ini adalah jenis manusia yang kuat dalam menghadapi sebuah permasalahan.
Film yang diangkat dari novel China dengan judul yang sama ini mengisahkan kehidupan sebuah keluarga pasca gempa yang melanda Tangshan. Tangshan... Ada yang pernah mendengar nama salah satu kota di China ini? Tangshan merupakan salah satu kota di China yang pernah dilanda gempa bumi hebat dengan korban jiwa yang tak sedikit di tahun 1976. Pada tahun 2008, Pemerintah kota Tangshan mendirikan dinding memorial untuk mengenang para korban gempa bumi di tahun 1976, dan film 'Aftershock' ini dibuat untuk memperingati kelahiran kembali dan pemulihan kota besar Tangshan.
Adegan pertama yang merupakan inti dari cerita di film ini adalah adegan di mana seorang Ibu dipaksa untuk memilih salah satu anaknya untuk diselamatkan dari kedua anaknya yang terjebak di reruntuhan bangunan sehabis gempa melanda. Kedua anaknya ini terjebak di bawah reruntuhan yang sama, di sisi yang berbeda, sehingga kemungkinan untuk menyelamatkan keduanya sangat tipis dikarenakan untuk mengangkat reruntuhan itu, tidak memungkinkan untuk mengangkat kedua sisi secara bersamaan dengan kondisi dan alat yang ala kadarnya saat pasca gempa itu. Ini adalah sebuah pilihan yang sangat sulit bagi seorang Ibu tersebut, dimana sebelumnya, sesaat sebelum mengetahui kedua anaknya masih hidup dan terjebak di reruntuhan itu, ia baru saja kehilangan suaminya yang juga menjadi korban dari gempa tersebut. Dengan keadaan terpaksa karena terus didesak oleh tim penyelamat untuk memilih satu di antara 2 anaknya itu, akhirnya ia pun dengan sangat berat hati memutuskan untuk menyelamatkan putranya yang bungsu, dan mengorbankan putri sulungnya. Semua diskusi antara si Ibu dan tim penyelamat ini terdengar oleh kedua anaknya itu. Si sulung yang mengetahui akan dikorbankan oleh ibunya, tak bisa menahan kesedihan dan kebenciannya terhadap ibunya. Evakuasi pun dilakukan, dan si bungsu berhasil diselamatkan, dan tubuh si sulung juga berhasil diangkat dan dikumpulkan bersama tubuh-tubuh yang sudah tak bernyawa lagi. Tetapi, nyatanya si sulung ini masih hidup dan ia hanya pingsan ketika proses evakuasi itu berlangsung. Ia pun lalu diadopsi oleh salah satu relawan di sana.
Pertanyaannya, jika kamu berperan menjadi ibu dua anak yang terjebak itu, pilihan apa yang bisa kamu putuskan? Menyelamatkan salah satu dan mengorbankan yang lainnya atau mengorbankan dua-duanya. Jika itu menyangkut materi, mungkin kita bisa menjawabnya. Tetapi, ini menyangkut masalah nyawa. Saya tidak tahu harus berkata apa lagi karena sehabis nonton film ini adegan itu terus terngiang. Adegan tentang sebuah pilihan yang dengan sangat kejam tidak memberikan pilihan yang sedikit menguntungkan. Ada sebuah ungkapan bahwa, "Diantara pilihan yang terburuk itu, pilihlah yang terbaik di antara yang terburuk itu. Itu lebih baik daripada tidak memilih sama sekali". Bahkan saya tidak bisa membenarkan ungkapan itu untuk diterapkan ketika harus menerapkan ungkapan itu di kasus seorang ibu itu.
Lantas apa yang akan kamu lakukan ketika kamu berada dalam posisi ibu dua orang anak di atas? Saya cuma bisa berharap pertanyaan itu lenyap dari kepala sayaaaa...!
Adegan yang kedua, yakni ketika seorang ibu tadi berlutut di depan putri sulungnya ketika berjumpa dengannya seraya meminta maaf atas keputusan yang telah dibuatnya 32 tahun yang lalu. Selama 32 tahun, putrinya memendam kebencian pada ibunya dan tak pernah mengabari ibunya kalau dia masih hidup, dan selalu berpikir kalau ibunya telah membuat sebuah keputusan yang salah di masa lalu. Selama 32 tahun, ibunya tak pernah berhenti menyesali keputusan yang telah dibuatnya itu. Selama 32 tahun, ibunya tak pernah berhenti untuk mengingat putri sulungnya itu yang disangkanya telah tiada itu. Dan selama itu pula, keduanya tak pernah bertemu sama sekali hingga keduanya dipertemukan oleh gempa yang kembali melanda Tangshan saat itu, di mana putri sulungnya dan putra bungsunya dipertemukan ketika keduanya menjadi relawan dari gempa Tangshan saat itu.
Dalam adegan yang kedua ini, anaknya justru tidak serta merta langsung memaafkan ibunya. Ia masih merasa tidak bersalah untuk membenci ibunya ketika ibunya meratap memohon maaf dihadapannya. Namun, lambat laun hati sang anak pun luluh dan memaafkan sang ibu. Lantas apa yang akan kamu lakukan seandainya kamu berada di posisi anak di atas, menyaksikan ibumu meratap dihadapanmu memohon maaf yang teramat sangat atas sebuah keputusan yang telah dibuatnya itu merugikan dirimu?
Ada alasan tersendiri kenapa si Ibu lebih memilih si bungsu untuk diselamatkan daripada si sulung, cuma di film ini tidak ditampilkan sama sekali kenapa ia memilih si bungsu daripada si sulung. Penonton diajak untuk mencari jawabannya sendiri di film itu, tetapi sayang jawaban itu tidak saya temukan di sana. Dan akhirnya saya hanya bisa menebak kenapa ia lebih memilih putra bungsunya daripada putri sulungnya. Sederhananya, tebakan saya mungkin karena si bungsu lebih bisa menjadi tulang punggung keluarganya nanti di masa depan daripada putrinya. Tetapi, saya juga tidak bisa membenarkan tebakan saya ini. Benar-benar sebuah pilihan yang dilematis karena pasti ada yang tersakiti dan pasti ada penyesalan dalam pengambilan keputusan ini.
Kedua adegan itu terus terngiang di kepala saya setelah menyaksikan film itu. Peran Ibu dan anak yang begitu emosional memerankan sebuah penyesalan dan kebencian. Begitu pula dengan sebuah pilihan yang serba sangat sulit untuk diputuskan oleh seorang ibu dalam kondisi kepanikan dan tidak tenang. Yang hebat dalam kedua adegan ini bukan mereka yang memerankan ibu dan anak dalam film itu, tetapi lebih kepada kondisi yang dihadirkan oleh film itu. Situasi yang seharusnya berupa misi penyelamatan pasca gempa harus digabungkan dengan skenario tragis untuk menghadirkan adegan pertama. Situasi yang seharusnya seorang anak bisa berbangga berkumpul kembali bersama ibunya setelah sekian lama tidak bertemu, harus diperumit oleh ego seorang anak yang sangat keras untuk tidak mudah memaafkan pada adegan kedua.
Source Pic |
Film ini memang dibuat untuk memperingati kelahiran dan pemulihan kembali kota Tangshan. Sebuah kebangkitan pasca keruntuhan oleh sebuah gempa dahsyat yang melanda Tangshan beberapa tahun silam. Awal kisah yang dihadirkannya penuh dengan kebahagiaan sebuah rumah tangga yang begitu sederhana, hingga semuanya harus berubah drastis setelah terjadinya gempa. Setelah adegan pertama terjadi, kita diajak untuk mengikuti hari-hari yang dilalui oleh ibu dengan putra bungsunya dan putri sulungnya di tempat yang berbeda, serta bagaimana keduanya menjalani hari-hari mereka tanpa bisa melupakan kejadian tragis itu hingga hari-hari mereka masih sering dihantui oleh kejadian itu.
Terlepas dari kedua adegan itu, di kehidupan nyata yang sebenarnya, kita mungkin pernah dihadapkan pada dua pilihan sulit di mana kita terus terpaku pada pilihan yang saling berhubungan itu. Keuntungan yang kita dapatkan dari memilih itu sebanding dengan kerugian yang kita dapatkan, bahkan mungkin penyesalan yang akan kita dapatkan ketika kita tidak memilih sama sekali. Lantas kita pun berkesimpulan bahwa ada yang harus dikorbankan untuk mendapatkan sebuah pilihan. Pengorbanan yang juga akan membawa kita pada satu penyesalan, dan bertanya-tanya kenapa bukan pilihan yang lain yang kita pilih. Tetapi, saya juga yakin bahwa mereka yang dihadapkan pada situsi dan kondisi seperti ini adalah jenis manusia yang kuat dalam menghadapi sebuah permasalahan.
14 comments
well, saya juga sudah melihat ini film..
memang rasanya kok saya juga larut ke dalam emosi ketika menyaksikan film ini..
tapi ada satu hal yang perlu dicatat.. jika sang ibu justru menyelamatkan yang sulung, barang kali saja si bungsu yang sama sekali akan meninggal..
dengan keputusan yang sudah dibuat di atas, ternyata si sulung malah masih bisa hidup..
datang menyimak tulisannya...
dan pulang membawa oleh2 ilmu....
Review film.... waou... serasa nonton langsung..
wah jadi penasaran nntn film ini..wow ada yg br di heningkara.
saya gigit bibir baca deskripsi dua adegan itu......gilaaaa
Intinya si ibu tidak mengutarakan alasannya kenapa lebih milih si bungsu daripada si sulung... Tapi alasannya masuk akal juga :d
Terima kasih atas kedatangannya..
Nonton atuhhh....
Gak sampe bikin gila juga kayanya... :d
Terpukau baca tulisan diatas. sampe gak bisa komen :)
baru td, dak sengaja liat film ini di celestial movie. tp sy sepakat kata ibu itu. qt tdk pernah tau rasanya kehilangan, sampai kita benar2 merasakan kehilangan. rasa tdk bnar2 bisa dijabarkan tanpa dilalui. toh logika dan perasaan tdk sllu berbanding lurus.
Lalu yang saya reply ini apa?? :d
Seem like i miss that quote... :d but i agree with that...
kaka, sedikit mau menambahkan. seingatku, ibunya gak bilang dia memilih adiknya (kalau gak salah diakhir film di flash back lagi). keputusan nyelametin adiknya datang dari para relawan.
film ini selalu sukses bikin orang nangis ,,, good movie :)
Sepertinya gak gitu... Ibunya milih adiknya juga secara tiba-tiba saja tanpa sebab. Itu karena desakan dari para relawan yang pengen si ibu milih cepat setelah ngejelasin kondisi kedua anaknya, karena kalau tidak, kedua anaknya bisa mati. Nah ketika si Ibu coba berpikir, si relawannya justru mau pergi nyelamatin korban yang lainnya. Ketika mau pergi, si relawan dicegat sama ibunya dan langsung bilang selamatin putranya saja... Untuk lebih jelasnya tonton lagi deh filmnya, barangkali saya juga salah... :)
Post a Comment
˙˙˙buıɥʇǝɯos ʎɐs