Ketika kita berada dalam situasi yang tidak nyaman, saat itulah kita merasakan ketidakadilan. Bermacam cara kita untuk menghadapinya. Ada yang langsung mengungkapkannya, ada yang melampiaskannya dengan umpatan serta ada pula yang pasrah menghadapinya, melaluinya dan membiarkan waktu menentukan pilihannya. Ketidakadilan muncul karena ada yang merasa dirugikan, entah itu dari segi waktu, fisik maupun hasil yang tidak setimpal. Lalu bagaimana dengan yang tidak merasakannya sementara dia sendiri terlibat di dalamnya? Adakah ia mengerti tentang keadilan atau ketidakadilan yang dianggapnya wajar-wajar saja? Terkadang tak cukup hanya dengan sebuah kesadaran bahwa semua harus mengerti terhadap situasi dan kondisi. Mungkin inilah warna-warni dunia yang penuh dengan aneka ragam rasa di mana kita dipaksa untuk mengerti tentang ketidakmengertiannya bahwa semua yang ada harus dihadapi dan tak cukup dengan keluhan.
Ya... kita akan keluar dari komunitas yang mengharapkan kemakmuran tapi tidak mau berkenalan dengan keringat. Semua yang kita capai adalah hasil dari proses yang kita jalani. Nilai dari sesuatu ditentukan oleh bagaimana proses usaha dalam menyelesaikan pekerjaan itu. Jika kita merasa usaha yang kita kerahkan sebanding dengan nilai yang diperoleh, maka itulah kadar kemakmuran menurut persepsi diri kita sendiri. Lalu bagaimana dengan persepsi orang lain yang tidak sejalan dengan kita? Dengan berbagai argumen, mereka berusaha membuat kita yakin bahwa apa yang kita lakukan jauh di bawah standar nilai kemakmuran menurutnya. Kita pun yang mempunyai sudut pandang sederhana dipaksa masuk ke ranah sudut pandang materialistik. Kita pun berusaha berargumen. Namun, argumen kita terlalu idealistik untuk ukuran model dunia sekarang ini. Mereka menganggap yang sederhana ini picik, munafik dan terlalu lurus. Kita tidak pantas menjadikannya suatu masalah karena perbedaan pemikiran ini. Tetapi, kalau mereka memaksa, cukup pasang kuping saja di depan mereka dan jadikan pelajaran untuk langkah selanjutnya. Cukupkan dengan berpikiran masa bodoh saja, karena di dunia ini tidak ada yang sia-sia untuk dijalani, baik dan buruk semua ada balasannya……KARMA.
Aku tak bisa berkata-kata lagi, udara di luar sedang menawarkan kesejukan untuk sebuah kesuntukan.
Ya... kita akan keluar dari komunitas yang mengharapkan kemakmuran tapi tidak mau berkenalan dengan keringat. Semua yang kita capai adalah hasil dari proses yang kita jalani. Nilai dari sesuatu ditentukan oleh bagaimana proses usaha dalam menyelesaikan pekerjaan itu. Jika kita merasa usaha yang kita kerahkan sebanding dengan nilai yang diperoleh, maka itulah kadar kemakmuran menurut persepsi diri kita sendiri. Lalu bagaimana dengan persepsi orang lain yang tidak sejalan dengan kita? Dengan berbagai argumen, mereka berusaha membuat kita yakin bahwa apa yang kita lakukan jauh di bawah standar nilai kemakmuran menurutnya. Kita pun yang mempunyai sudut pandang sederhana dipaksa masuk ke ranah sudut pandang materialistik. Kita pun berusaha berargumen. Namun, argumen kita terlalu idealistik untuk ukuran model dunia sekarang ini. Mereka menganggap yang sederhana ini picik, munafik dan terlalu lurus. Kita tidak pantas menjadikannya suatu masalah karena perbedaan pemikiran ini. Tetapi, kalau mereka memaksa, cukup pasang kuping saja di depan mereka dan jadikan pelajaran untuk langkah selanjutnya. Cukupkan dengan berpikiran masa bodoh saja, karena di dunia ini tidak ada yang sia-sia untuk dijalani, baik dan buruk semua ada balasannya……KARMA.
Aku tak bisa berkata-kata lagi, udara di luar sedang menawarkan kesejukan untuk sebuah kesuntukan.
No comments
Post a Comment
˙˙˙buıɥʇǝɯos ʎɐs