Perjalanan... Aku selalu terkesima dengan kata yang satu ini. Banyak pengalaman dan pengetahuan yang bisa ditemui ketika melakoninya. Melihat sesuatu yang belum pernah kita saksikan sebelumnya, dan merasakan sesuatu yang belum pernah kita merasakannya. Banyak kisah yang bisa kita torehkan di sana. Sangat berbeda dengan membaca sebuah kisah petualangan, di mana kita hanya dibawa sebatas pikiran untuk merasakannya ataupun dibuat percaya oleh sebuah potret yang kita saksikan.
Seperti dahulu, ketika memandangi sebuah potret di mana seseorang bisa berdiri sejajar dengan awan. Saya tak percaya kalau orang bisa berdiri sejajar dengan awan. Hingga suatu waktu saya sendiri membuktikannya, bahkan bisa lebih tinggi darinya. Di sini, pengalaman yang berbicara, dan bukan hanya sekedar fantasi belaka. Rasa penasaran sering membuat orang untuk bisa memaksa seseorang melakukan apa saja untuk mengobati rasa penasaran itu. Namun, ada juga yang senang melakukannya hanya demi sebuah prestise bahwa tak semua orang bisa melakukannya dan merasakannya.
Seperti sekarang ini, saya ingin menyebutnya sebagai titik terjauh di mana saya pernah berpijak. Mungkin belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan mereka yang bisa melihat bumi dari luar angkasa, ataupun dengan mereka yang bisa berdiri di atap dunia meninggalkan jejaknya, maupun dengan mereka yang sudah menginjak sebagian atau seluruh daratan di pelosok dunia. Tetapi ada satu kebanggaan tersendiri bisa berada jauh dari tempat di mana saya pertama kali muncul di dunia ini.
Pengetahuan pernah menjejaliku dengan sebuah ilmu yang hanya bisa membuatku membayangkannya. Negeri gersang, bangunan-bangunan Romawi, hujan es, salju, badai yang pekakkan telinga, kabut yang butakan pandangan mata, waktu siang dan malam yang tak seimbang, tingginya suhu udara, maupun rendahnya suhu udara hingga di bawah titik beku adalah beberapa contoh di antaranya. Di titik terjauh ini saya merasakan semuanya, hingga mengubah pandanganku bahwa semua yang hinggap di kepalaku bukan sebuah dongeng belaka.
Fenomena-fenomena alam itu pernah aku rasakan hingga membuatku merasa kapok sendiri untuk mau merasakannya kembali dalam waktu singkat ke depannya. Tak hanya fenomena-fenomena alam itu yang bisa membuatku merasakan sesuatu yang baru. Di sini, saya mengenal beraneka ragam manusia. Ada tipe pekerja keras yang tak kenal dengan diam hingga pekerjaan yang dilakoninya selesai sesuai dengan target yang direncanakan ketika pertama kali melakoninya. Tak peduli dengan rintangan apa yang dihadapinya dan waktu terasa seolah-olah sesuatu yang tak dikenalnya sama sekali. Sangat berbeda dengan kebiasaan sehari-hari yang selalu saya lakukan. Hingga saya sendiri pernah dibuat bertanya-tanya tentang hal apa yang membuat mereka bisa seperti itu, seperti robot yang hanya kembali ke kandangnya hanya untuk mengisi baterai. Kepuasan apa yang diperoleh ketika melakukan sesuatu, di mana saya menilai hasil yang diperoleh pada perjanjian tidak sebanding dengan usaha yang dikeluarkan. Saya sendiri menemukan jawabannya, bahwa ada sesuatu yang telah berakar pada dirinya, pada bangsanya untuk bisa seperti itu. Dan kesemuanya masih menempel ketat pada diri mereka, mendarah daging pada tubuh mereka hingga jika mereka sendiri menolaknya, maka rasa malu pun akan menggantikannya.
Di samping itu, ada juga tipe manusia yang lebih membuatku sangat terkesan. Mereka yang dengan mudah menghentikan segala aktivitasnya, hanya untuk menuruti seruan panggilan adzan. Walaupun tak semuanya melakukannya, tetapi di suatu waktu pasti ada yang melakukannya. Sesibuk apapun dia, ataupun seletih apapun dia, di mana pun ia berada, di luar ruangan ataupun di luar ruangan semuanya tak menyurutkan dirinya untuk menunda seruan itu. Dalam berkendara pun begitu, dan ini adalah sebuah pemandangan baru bagiku. Di jalan raya, di mana kendaraan melaju dengan kecepatan di atas rata-rata di mana saya pernah merasakannya, masih ada di antara mereka yang rela meminggirkan kendaraannya, ketika seruan itu berkumandang. Dengan beralaskan kardus bekas yang mereka selalu mempersiapkannya, di balik kendaraannya, mereka menunaikan apa yang diserukan itu. Mereka bisa seperti itu, karena mereka tahu dan percaya bahwa akan lebih banyak yang diperoleh ketika melakukannya di awal-awal dibandingkan dengan menunda untuk melakukannya. Pemandangan itu sangat kontras dengan negeriku, dimana kebanyakan seruan itu hanya dinilai sebatas seruan dan melihat waktu yang dirasa masih panjang, hingga memutuskan untuk menunda melakukan apa yang diserukan itu.
Dari segi toleransi juga begitu. Banyak saya temui di antara mereka yang tidak saling kenal sama sekali, tetapi sebuah percakapan bisa mengalir dengan lancar hingga saya dibuat tak percaya bahwa mereka memang tidak saling kenal sama sekali. Bukan hanya sekedar basa-basi belaka, seperti kita yang sering melakukannya ketika kita punya maksud dan tujuan tertentu ketika melakukannya. Saling tolong menolong di antara mereka pun rasanya adalah sesuatu hal yang baru juga bagiku. Tak jarang aku menemui orang yang membutuhkan sebuah pertolongan walaupun itu hanya sebatas angkutan belaka, namun mereka masih bisa meluangkan waktunya tanpa penuh kecurigaan sama sekali untuk membantunya.
Namun dibalik itu semua, tak semua yang saya temui itu adalah sesuatu yang baik. Di sini pun saya selalu dinasehati untuk selalu waspada. Mereka sendiri menyebutnya sebagai negeri para maling. Sekecil apapun bendanya, jika tak bertuan dan dibiarkan terlantar begitu saja, jangan harap benda itu akan tetap berada di tempatnya. Mungkin ini adalah hal yang biasa terjadi di mana saja. Tetapi, kalau intensitas kejadian ini selalu terjadi, adalah satu hal yang aneh juga. Dari sini aku berkesimpulan bahwa hal yang paling baik yang kita saksikan itu, dibaliknya terdapat hal yang paling buruk yang juga bisa kita saksikan.
Walaupun sudah berjalan untuk waktu yang cukup lama, namun hari ini semuanya terasa hanya sekejap mata. Berangkat dengan kecemasan dan akan berakhir dengan satu kepuasan. Terasa baru kemarin kakiku gemetar berada di tempat yang sama sekali asing. Terasa baru kemarin, saya merasa hilang dari peradaban. Terasa baru kemarin saya berbaur sebagai seorang alien di tengah-tengah mereka. Terasa baru kemarin saya belajar untuk berbicara bahasa mereka. Terasa baru kemarin saya memanggul tas punggung saya, dan kini waktu memaksa diri ini untuk mengenang semuanya. Di sini, di tempat yang saya sendiri menyebutnya sebagai sebuah penjara ibarat Guantanamo karena keterbatasan gerak yang saya miliki, semua itu bisa terjadi.
Titik terjauhku, Ujung Utara Benua Hitam.
Seperti dahulu, ketika memandangi sebuah potret di mana seseorang bisa berdiri sejajar dengan awan. Saya tak percaya kalau orang bisa berdiri sejajar dengan awan. Hingga suatu waktu saya sendiri membuktikannya, bahkan bisa lebih tinggi darinya. Di sini, pengalaman yang berbicara, dan bukan hanya sekedar fantasi belaka. Rasa penasaran sering membuat orang untuk bisa memaksa seseorang melakukan apa saja untuk mengobati rasa penasaran itu. Namun, ada juga yang senang melakukannya hanya demi sebuah prestise bahwa tak semua orang bisa melakukannya dan merasakannya.
Seperti sekarang ini, saya ingin menyebutnya sebagai titik terjauh di mana saya pernah berpijak. Mungkin belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan mereka yang bisa melihat bumi dari luar angkasa, ataupun dengan mereka yang bisa berdiri di atap dunia meninggalkan jejaknya, maupun dengan mereka yang sudah menginjak sebagian atau seluruh daratan di pelosok dunia. Tetapi ada satu kebanggaan tersendiri bisa berada jauh dari tempat di mana saya pertama kali muncul di dunia ini.
Pengetahuan pernah menjejaliku dengan sebuah ilmu yang hanya bisa membuatku membayangkannya. Negeri gersang, bangunan-bangunan Romawi, hujan es, salju, badai yang pekakkan telinga, kabut yang butakan pandangan mata, waktu siang dan malam yang tak seimbang, tingginya suhu udara, maupun rendahnya suhu udara hingga di bawah titik beku adalah beberapa contoh di antaranya. Di titik terjauh ini saya merasakan semuanya, hingga mengubah pandanganku bahwa semua yang hinggap di kepalaku bukan sebuah dongeng belaka.
Fenomena-fenomena alam itu pernah aku rasakan hingga membuatku merasa kapok sendiri untuk mau merasakannya kembali dalam waktu singkat ke depannya. Tak hanya fenomena-fenomena alam itu yang bisa membuatku merasakan sesuatu yang baru. Di sini, saya mengenal beraneka ragam manusia. Ada tipe pekerja keras yang tak kenal dengan diam hingga pekerjaan yang dilakoninya selesai sesuai dengan target yang direncanakan ketika pertama kali melakoninya. Tak peduli dengan rintangan apa yang dihadapinya dan waktu terasa seolah-olah sesuatu yang tak dikenalnya sama sekali. Sangat berbeda dengan kebiasaan sehari-hari yang selalu saya lakukan. Hingga saya sendiri pernah dibuat bertanya-tanya tentang hal apa yang membuat mereka bisa seperti itu, seperti robot yang hanya kembali ke kandangnya hanya untuk mengisi baterai. Kepuasan apa yang diperoleh ketika melakukan sesuatu, di mana saya menilai hasil yang diperoleh pada perjanjian tidak sebanding dengan usaha yang dikeluarkan. Saya sendiri menemukan jawabannya, bahwa ada sesuatu yang telah berakar pada dirinya, pada bangsanya untuk bisa seperti itu. Dan kesemuanya masih menempel ketat pada diri mereka, mendarah daging pada tubuh mereka hingga jika mereka sendiri menolaknya, maka rasa malu pun akan menggantikannya.
Di samping itu, ada juga tipe manusia yang lebih membuatku sangat terkesan. Mereka yang dengan mudah menghentikan segala aktivitasnya, hanya untuk menuruti seruan panggilan adzan. Walaupun tak semuanya melakukannya, tetapi di suatu waktu pasti ada yang melakukannya. Sesibuk apapun dia, ataupun seletih apapun dia, di mana pun ia berada, di luar ruangan ataupun di luar ruangan semuanya tak menyurutkan dirinya untuk menunda seruan itu. Dalam berkendara pun begitu, dan ini adalah sebuah pemandangan baru bagiku. Di jalan raya, di mana kendaraan melaju dengan kecepatan di atas rata-rata di mana saya pernah merasakannya, masih ada di antara mereka yang rela meminggirkan kendaraannya, ketika seruan itu berkumandang. Dengan beralaskan kardus bekas yang mereka selalu mempersiapkannya, di balik kendaraannya, mereka menunaikan apa yang diserukan itu. Mereka bisa seperti itu, karena mereka tahu dan percaya bahwa akan lebih banyak yang diperoleh ketika melakukannya di awal-awal dibandingkan dengan menunda untuk melakukannya. Pemandangan itu sangat kontras dengan negeriku, dimana kebanyakan seruan itu hanya dinilai sebatas seruan dan melihat waktu yang dirasa masih panjang, hingga memutuskan untuk menunda melakukan apa yang diserukan itu.
Dari segi toleransi juga begitu. Banyak saya temui di antara mereka yang tidak saling kenal sama sekali, tetapi sebuah percakapan bisa mengalir dengan lancar hingga saya dibuat tak percaya bahwa mereka memang tidak saling kenal sama sekali. Bukan hanya sekedar basa-basi belaka, seperti kita yang sering melakukannya ketika kita punya maksud dan tujuan tertentu ketika melakukannya. Saling tolong menolong di antara mereka pun rasanya adalah sesuatu hal yang baru juga bagiku. Tak jarang aku menemui orang yang membutuhkan sebuah pertolongan walaupun itu hanya sebatas angkutan belaka, namun mereka masih bisa meluangkan waktunya tanpa penuh kecurigaan sama sekali untuk membantunya.
Namun dibalik itu semua, tak semua yang saya temui itu adalah sesuatu yang baik. Di sini pun saya selalu dinasehati untuk selalu waspada. Mereka sendiri menyebutnya sebagai negeri para maling. Sekecil apapun bendanya, jika tak bertuan dan dibiarkan terlantar begitu saja, jangan harap benda itu akan tetap berada di tempatnya. Mungkin ini adalah hal yang biasa terjadi di mana saja. Tetapi, kalau intensitas kejadian ini selalu terjadi, adalah satu hal yang aneh juga. Dari sini aku berkesimpulan bahwa hal yang paling baik yang kita saksikan itu, dibaliknya terdapat hal yang paling buruk yang juga bisa kita saksikan.
Walaupun sudah berjalan untuk waktu yang cukup lama, namun hari ini semuanya terasa hanya sekejap mata. Berangkat dengan kecemasan dan akan berakhir dengan satu kepuasan. Terasa baru kemarin kakiku gemetar berada di tempat yang sama sekali asing. Terasa baru kemarin, saya merasa hilang dari peradaban. Terasa baru kemarin saya berbaur sebagai seorang alien di tengah-tengah mereka. Terasa baru kemarin saya belajar untuk berbicara bahasa mereka. Terasa baru kemarin saya memanggul tas punggung saya, dan kini waktu memaksa diri ini untuk mengenang semuanya. Di sini, di tempat yang saya sendiri menyebutnya sebagai sebuah penjara ibarat Guantanamo karena keterbatasan gerak yang saya miliki, semua itu bisa terjadi.
Titik terjauhku, Ujung Utara Benua Hitam.
56 comments
Whaaaoww.. aku terharu baca nya. Terutama paragraf terakhir. Sukaaaaaaaaaaakkk bangeeeeeeeetttt... :D
Si robot dari negeri sakura muncul juga yaaaa. Dan heiy,. itu kereeen. Mereka yang rela berhenti di tengah jalan untuk melakukan kewajibannya. Luar biasa. Pemandangan yang sangat langka kalau dibandingkan dengan disini yaa...
Tiap perjalanan pasti punya arti. Tak ada satu hal pun yang terlalui dengan sia-sia. Dan aku percaya, seorang 'Sam' dua setengah tahun yang lalu, beda dengan saat dia menuliskan postingan farewell ini... :)
Welcome home ya,. hati hati dijalan :D
wiw~
penasaran kadang kala membuat semuanya jadi indah....
karena penasaran, kita dituntut untuk menjadi pemberani :D
kamu terharu bacanya, tetapi aku tak puas melukiskannya cuma dengan seperti ini. Selalu saja masih terasa kurang komplit membahasakannya, walau sudah terasa panjang ceritanya... :D
si robot dan mereka yang rela berhenti itu adalah paduan yang sangat langka... Di tengah-tengah di antara mereka adalah kita yang kebanyakan selalu setengah2 dalam melakukan sesuatu...
Sepakat denganmu kalo tiap perjalanan itu punya arti. Perjalanan yang hebat idealnya melahirkan pengalaman dan pengetahuan bagi pelakunya. Tetapi seorang 'Sam' sepertinya masih seperti yang duluu.... masih kalem dan pendiam sedari dulu.... :D
Terima kasih yaaa.... tetapi saya masih belum mau pulanggggg.... :((
wiw~ juga... :D
penasaran itu bikin gila kalo penasarannya itu ga terobati, dan baru terasa indah ketika penasaran itu hilang... :D
menjadi pemberani?? hmmmm... terpaksa menjadi berani juga bisa sepertinya, karena kepepet tentunya... :))
Terasa baru kemarin..iya, semuanya yang sudah terlewati serasa baru kemarin..
Titik terjauh bagi saya adalah sebuah titik balik. :)
sukaaaa ^^d
emang lg dmana nih kak?
melakukan perjalanan itu, asyik yah >_<
Yeah,. biar bagaimanapun ini hanya sebuah tulisan. Pastinya tak layak juga dibandingkan dengan pengalaman yang benar-benar dirasakan dalam dunia nyata. Mungkin hanya ini yang bisa kita lakukan untuk berbagi. Walaupun pastinya lebih banyak hal yang tak mampu dilukiskan dalam kata-kata. Yahh.. yang penting kebahagiaannya kerasa lah sampe sini. Satu dari sekian banyak kewajiban sebagai seorang makhluk akhirnya terselesaikan. :D
Kalem dan pendiam??? :-?
Singgah di daratan sebelah dulu ajaa kalo belum mau pulang. :))
Kok gak ngajak-ngajak?! ^^
aku suka, tulisanmu, mengalir indah... paragraf pertamanya,mengena banget buat aku :)
Ujung utara benua hitam? di Arab atau mesirkah itu?
wew, ceritanyaaaaaaaaaaahh..
Woww,, asli, ceritanya buat saya iri dan ingin juga melanglang buana. Melihat perbedaan yang ada di negeri sana dan negeri kita. Semoga dengannya kita mampu belajar lebih banyak, menjadi lebih bersyukur dan selalu termotivasi untuk melakukan kebaikan-kebaikan mini yang sebenarnya merupakan sesuatu yang besar.
Saya suka bagian : ketika azan berkumandang, mereka langsung segera memarkirkan mobilnya dipinggir jalan, menggelar kardus dan shalat di awal waktu. Sebuah fenomena yang jauh berbeda dan sangat jarang mungkin ditemui di negeri kita..
wah habis jalan2 kemana aja nih...
Afrika..? dinegara mana aja, ketemu Nelson mandela dong.. hehehehehe..
waaaah mantap... jadi pengen ke sana juga :)
wowww...ini reportase perjalanan ala heningkara bngettt...nyessss
di negri Paman Sam ya kak????wkwkwkwkk...futu2nya mana??
yeaaahh... sepakat skali klo saat ini Qta sdang dlm pnjara.. pnjara yg sllu mmbatasi ruang gerak Qta..
dlm pnjara ini Qta mmiliki rsa lapar.. u/ mkn Qta prlu uang.. u/ mndptkn uang Qta hrus bkerja.. & trkdg pkrjaan Qta inilah yg mmksa Qta u/ mngabaikan seruan adzan..
mngenai prjalanan, titik trjauh bgi sya adl prjalanan kmbali pulang.. krn sprtiny selama ini sya telah jauh trsesat..
Wiw..'lebih banyak hal yg tak mampu dilukiskan kata-kata', sepertinya bisa jd penenang atas ketidakpuasan.
Msh ga percaya juga, kalo aku kalem dan pendiam? :d
K pulau seberang? Hmm.. Biarkan saya bernafas dulu ya... Hahaha :d
Iya.. Serasa baru kemarin... Kenapa bs gitu yaa? :d
Iya,titik terjauh itu memang titik balik, tetapi saya ingin mengartikannya sebagai titik terjauh d mana saya berada dari tempat d mana saya muncul pertama kali di dunia ini :)
Suka apanya?:d
hayo saya lagi di mana hayoo?:)) perjalanan itu memang menyenangkan kalo kita menikmatinya...:)
Ga minta diajak sih... :d
Syukur deh kalo tulisan ini bisa bermanfaat juga :)
Hayo... Ujung utara benua hitam di mana hayo?...:)) yg pasti bukan di arab atopun mesir :d
Wiw... Komentarnyaaaaah
Hayuk atuh jalan-jalan... Biar rasa irinya hilang, dan ga bosan saya ngucapin kalo perjalanan yg ideal itu adalah perjalanan yg bs melahirkan pengetahuan dan pengalaman bagi pelakunya.
Haha... Bagian itu adalah fakta bagi saya.. :)
Hayo ke mana hayo?? Tebak donk...:d
Terima kasih ya... Tapi jangan ke sana deh...:d
Reportase kan biasanya menyeluruh dan agak ngibul dikit dgn bahasa yg agak diperbuas...Kayanya ini trmasuk dah haha:))
maaf foto2nya tdk bs sy publikasikan dgn alasan2 tertentu :d
Memang membatasi ruang gerak kita, tp tdk membatasi pikiran kita kan?
Titik balik k mana? Ke kematian? :d brarti semakin menjauh donk dr titik itu. Titik jauh yg sy maksud ini adl titik terjauh dari tempat d mana saya muncul pertama kali di dunia ini.
udah pulang kak sam?
percayalah, suatu saat sam akan rindu dengan benua hitam di ujung utara itu. eh eh...jadi seriusan ni udah mau pulang? *gak bilang-bilang!
**oleh-olehhhhhhhhhh.....
padahal baru tempo hari yg lalu kt ngebahas orang-orang jepang dan orang-orangan jepang :D ah..waktuu
Lg dalam perjalanan, belum nyampe titik awal hahaha :))
Rindu?? Mungkin juga, tp tdk skr ya..Hahaha :d
Ai ga pernah nanya sih, jadinya jg ga bilang2... :d
iya jg ya, baru kemarin "Gambaru" msh jadi topik hangat pembicaraan, dan skrang... Akh waktu.. Permainanmu begitu memukau...
Tetap tidak percaya, dan semakin tidak percaya >:)
Hahaha.. okelah. Silahkan bernafas terlebih dahulu. Tebus semua kerinduan akan hijau negeri ini. Sembari menyiapkan hati, pikiran, jiwa, dan raga, untuk perjalanan selanjutnya. Hasseeeekkkk :D
bener juga mas...
pemberani karena kepepet ^^
terserah deh kalo begituu >:P
huussssaaahhhh.... wussshhhh kata-katanyaaa, mantap abisssss, seolah-olah angin berbisik dan berlalu... :D
menurutku sih begitu.... :D
lahhh.. angin lalu maksudnya? :-?
pesan yang paling ngena dari tulisan ini, jangan tunda2 shalat!! bener gk sam?? apalagi sampai tidak mengerjakannya.. :D
awalnya postingan ini bahasanya akan berat sam, terlebih lagi liat tulisannya yang puanjang banget.. tapi ternyata tidak, bahasamu makin santai, makin nyaman.. dhe suka :)
Titik balik pada titik terjauh. :D
Eh, tema prosa kolaborasinya tentang "Perempuan" aja gimana? 21 April kan hari Kartini dan mungkin keren juga kalau buat postingan berkala seputar perempuan, menjelang hari Kartini itu. :)
Reply ke email aja Sam. :)
Yuk, order Jeda Sejenak (Sebuah kumpulan esai dan puisi renungan) karya admin Rumah Sajak. Khusus buat followers, cukup 35rb (blm ongkir) saja, plus ttd penulisnya! Berminat? Hubungi diena_rifaah@yahoo.com. Makasih ya.. ^_^
MasyaAllah.. aku merinding pas di tengah jalan terus langsung menepi untuk menjawab panggilan-Nya... dimanakah dirimu sam? keren sekali itu... sukses ya!
huu..rese' deh >,<
dimana sih??
kunjungan gan .,.
bagi" motivasi
Saat kamu menemui batu sandungan janganlah kamu ptus asa,
karena semua itu pasti akan ada solusinya.,.
si tunggu kunjungan baliknya gan.,
hahahaha...=))
ini saya lagi di kampunggg... :D Kampung saya di mana hayoooo??? :D
Iya, bener Dhe... Itu salah satunya... :)
terima kasih sudah menyukainya... :D
Terima kasih sudah berkomentar.. :)
Alhamdulillah yaa.. kalau bisa mendatangkan perubahan dalam sekejap... :)
Sekarang sih sudah berada di titik awal... :D
Nice motivation gan, thanks for your visit...:)
Lah.... Angin lalu ga ngerti maksudnya?? :D
Well Done.. :)
ini dalam rangka apa? Jalan2? Kok jauh sekali? Sekarang sudah pulang kah?
Dalam rangka pulang kampung... :D
mungkin seharusnya, ada sensasi yang bisa kurasakan yah...?
tapi senja disini nampaknya tak mendukung aku berempati pada kata2 tentang ini.... hanya Guantanamo yang membuatku tiba-tiba terkejut... hehehehe...
salam menulis... dan aku suka balutan kata yang kaka sam sampaikan pada tulisan ini.... tapi sungguh, aku ingin bisa merasakan empati dan sensasi... tidak hanya tergugu, memilih menikmati senja di sebelahku sini ^^....
salam berkenalan
Saya Tak pernah berpikir untuk menyajikan sebuah sensasi di sini, karena itu adalah hak mutlak yang baca untuk bisa dan mau menghadirkannya sendiri.. :)
Dan di sini juga saya tidak berbicara tentang senja atau mungkin dirimu sedang membaca tulisan ini ketika senja?? Di sini saya berbicara tentang sebuah tempat di mana saya berada, dan mungkin inilah rekor terbaik yang bisa saya torehkan dalam hidupku sampai saat ini, sembari berharap bisa melampaui apa yang saya raih saat ini... (manusiawi kan kalau manusia itu ambisius dan tak pernah berpuas diri... :D)
Empati dan sensasi justru bisa hadir ketika rasa lebih didahulukan untuk bisa berbaur dengan apa yang tersaji dihadapan kita, namun terkadang itu sulit.. Mungkin kali ini naluri rasamu lebih cenderung memilih berkawan senja untuk bisa menghadirkan empati dan simpati yang diinginkan.. :)
Salam berkenalan kembali setelah entah pergi ke mana... :D
Post a Comment
˙˙˙buıɥʇǝɯos ʎɐs