Recent Comments
Loading...
Recent Comments

Did You Know That I Miss You, Mutter?

01 April 2009

Aku teringat tentang seseorang. Seseorang yang begitu berperan dalam hidupku selama ini. Seseorang yang telah melimpahkan kasih sayangnya padaku dan masih berlangsung hingga saat ini. Seseorang yang sampai sekarang membuatku tidak bisa mengerti tentang arti sebuah ketulusan, tentang arti pengorbanan. Di mana pun aku berada, sejauh apapun aku darimu, engkau tetap menempatkanku lebih dekat di pikiranmu, di hatimu. Entah aku sadar atau tidak, dalam setiap tarikan napasku, begitu mudahnya aku melupakanmu, mengabaikanmu, dan tidak memikirkanmu tentang apa yang terjadi pada dirimu saat ini, tentang apa yang engkau rasakan saat ini. Aku mungkin bukan satu-satunya yang harus dekat ataupun terdekat dalam pikiranmu, dalam benakmu, namun aku ingin menjadi yang terdekat di antara yang lainnya tanpa ada rasa bersaing dengan yang lainnya.

Seharusnya aku lebih bisa bercerita banyak tentang dirimu daripada bercerita tentang teman-temanku atau pun tentang kehidupanku. Namun, aku tidak kuasa untuk membahasakannya. Engkau terlalu indah untuk dilukiskan dengan kata-kata, walau sebenarnya engkaulah inspirasi sejati yang sebenarnya dalam melukiskan kata-kata.

Aku ingat di saat aku pamit untuk pergi ke suatu tempat yang tidak ada sinyal sama sekali, engkau kelimpangan dan kalut akan diriku dalam sebuah kerinduan. Engkau menganggapku hilang dari peradaban, dari perputaran dunia di mana kita hidup saat ini. Andai engkau tahu, bahwa waktu itu akupun  merasakan hal yang sama.

Aku ingat, waktu aku membuatmu meneteskan airmata karena tak bisa berkata-kata atas apa yang kuucapkan tentang mimpi dan cita-citaku yang ingin jadi apa adanya dan biasa saja tanpa terpengaruh oleh orang-orang yang memandang pernak-pernik kemewahan adalah hal yang utama di dunia ini. Waktu itu, aku tak tahu sama sekali bahwa engkau dan aku memiliki pemahaman yang berbeda tentang apa yang seharusnya dimiliki di dunia ini, dan apa yang seharusnya bisa dibanggakan di dunia ini. Aku tak tahu sama sekali bahwa engkau waktu itu hanya bisa menilai sesuatu tanpa pernah mengonfirmasikannya kepada yang bersangkutan mengenai apa yang terucap. Waktu itu, aku mengkritikmu habis-habisan dan mencoba memberimu pemahaman, tapi bukan pengajaran, karena seharusnya engkaulah yang mengajariku tentang hidup, tentang menjadi bijak, dan tentang menjadi tunduk dan pasrah pada-Nya. Waktu itu, aku berbicara dan mencoba untuk di mengerti. Tapi apa yang kuharapkan waktu itu tidak seindah yang saya bayangkan. Engkau ternyata tidak bisa memahamiku. Akhirnya aku pun menyerah dan tersadar bahwa tidak seharusnya aku memperlakukanmu seperti itu, walaupun aku tahu bahwa aku merasa benar dengan apa yang kulakukan, tapi aku salah dalam memaksamu untuk buatku mengerti.Hingga waktu itu, aku teringat akan sebuah kalimat yang mengatakan, berbicaralah kamu kepada seseorang sesuai dengan kemampuan seseorang itu untuk memahami. Ada kalanya orang ingin didengar dan adakalanya orang ingin mendengar. Dan selama ini aku hanya mendengar sesuatu darimu yang tak bisa kulakukan sesuai dengan kesanggupan dan kemauanku. Dan sampai saat ini aku merasa sangat sulit untuk melakukan hal-hal yang dinginkan orang lain terhadap diriku. Dan waktu itu, aku memposisikan sebagai orang yang ingin didengar atas dorongan nafsu yang ingin segera memperjelas masalah yang sebenarnya tentang hidupku. Namun, aku tidak menyangka bahwa waktu itu bukan saat yang tepat untuk menjadi orang yang ingin didengar.

Aku pun luruh dan hanya bisa memendam penyesalan itu sampai sekarang. Entah dengan cara apa aku bisa menghapusnya. Beribu kata maaf rasanya tak cukup untuk menjadikannya sebagai sebuah penghapus atas kejadian itu. Aku tak berdaya, tak pernah bisa berkata-kata bila langsung berhadapan denganmu, tetapi di saat aku jauh, dan hanya bisa terhubung oleh yang namanya handphone, sejuta kata-kata dengan lancar bisa meluncur dari mulut kurang ajarku ini.

Di hadapanmu, aku berusaha untuk mekarkan senyum dan berharap engkau bisa ikut tersenyum. Walaupun ketika melakukan itu, ada semacam kepalsuan yang tertanam dalam diriku, namun aku merasa tidak bersalah, karena aku hanya ingin melihat sesungging senyum dari raut wajahmu yang lambat laun mulai memunculkan kekecewaan atas pencapaian yang kuraih dalam hidupku. Andai engkau tahu, bahwa kunci kebahagiaan sesungguhnya adalah senyum. Senyum yang diberikan dengan tulus kepada siapapun yang kita temui, walaupun hidup yang kita alami sangatlah pahit, namun semua itu akan sirna karena senyum.

Aku merindukanmu seperti rindu tanah kering nan gersang pada hujan

6 comments

Reply Delete

If you know, I love her so much right now. I wish I could hug her, but she has gone to Allah..


The best people in the world..

Reply Delete

Aaghh..baru baca tulisan ini..
Speachless saya.. :'(

Reply Delete

ibbuuuuu.. aku ingin memelukmu.. :'(

Reply Delete

she can be gone from this world, but she must live in your mind, brother... :)

Reply Delete

Tulisan ini jadi bacaan wajib saya untuk tetap bisa merindukan dan mengingat keberadaannya di kampung sana... :)

Post a Comment

˙˙˙buıɥʇǝɯos ʎɐs